Suasana penuh kekhidmatan dan kebersamaan menyelimuti Desa Adat Badeg Tengah, Desa Sebudi, Kecamatan Selat, Karangasem, saat Paiketan Pasek dan Warga Pande bersatu melaksanakan upacara masal Atiwa-tiwa, Atma Wedana, Mepandes, dan Mepetik. Rangkaian Pitra Yadnya ini melibatkan puluhan sawa dari tiga dadia besar: Pasemetonan Ki Pasek Badeg, Pasemetonan Semaya Warga Pande, dan Pasemetonan Pasek lainnya.
Puncak upacara pengabenan (Ngaben Kusa Pranawa) akan berlangsung pada 4 Juli 2025, yang dilanjutkan dengan prosesi Pengeroras dan Atma Wedana pada 7 Juli, serta ngelinggihan (pemendakan roh leluhur) pada 10 Juli 2025. Sebelumnya, persiapan upacara dimulai dengan nyukat genah peyadnyan pada Jumat, 13 Juni 2025, dilanjutkan pembangunan sarana upacara seperti bale petak, lumbung, dan perlengkapan suci lainnya.
Kekompakan warga terlihat nyata dalam proses gotong royong yang mengakar kuat di tengah masyarakat adat. Ratusan warga dari berbagai generasi tampak bahu-membahu menyiapkan segala kebutuhan upacara, mulai dari peralatan hingga logistik. Meski dengan waktu persiapan yang relatif singkat, seluruh tahapan berjalan lancar berkat semangat guyub dan kebersamaan.
“Segala sesuatunya semoga berjalan lancar. Ini berkat kekompakan pasemetonan yang tidak lekang oleh waktu,” ujar Ketua Panitia, I Nyoman Sidia, didampingi Wakil Ketua, I Ketut Susila, pada Minggu (15/6/2025).
Upacara Atiwa-tiwa dan Atma Wedana merupakan bagian penting dalam tradisi Hindu Bali, yang bertujuan menyucikan roh leluhur (atma) agar dapat mencapai moksa. Sedangkan Mepandes (potong gigi) dan Mepetik merupakan simbol penyucian diri generasi muda serta rasa syukur atas anugerah alam semesta.
“Saya mewakili seluruh Paiketan Ki Pasek Badeg dan Warga Pande, menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya atas partisipasi semua pihak. Semoga jalinan kekerabatan dan semangat kebersamaan ini terus terjaga, menuntun langkah kita menuju masa depan yang lebih harmonis dan penuh berkah,” tambah Ketut Susila.
Upacara masal ini tidak hanya menjadi ajang pelestarian budaya, tetapi juga penguatan identitas dan jati diri masyarakat adat. Di tengah arus modernisasi, kekompakan dan semangat gotong royong seperti ini menjadi pilar penting dalam menjaga warisan leluhur agar tetap hidup dan bermakna lintas generasi. (TB)