Sejarah Desa Tianyar Barat Karangasem, Jejak Telaga Suci dan Warisan Spiritual dari Masa Lalu

Author:
Share

Desa Tianyar Barat, yang kini menjadi bagian dari Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem, Bali, menyimpan sejarah panjang yang sarat makna spiritual dan nilai budaya.

Sebelum terbentuk sebagai desa mandiri, wilayah ini merupakan bagian dari Desa Tianyar, yang terletak di ujung barat Kabupaten Karangasem, berbatasan langsung dengan Kabupaten Buleleng.

Baru pada tahun 1982, melalui kebijakan pemekaran wilayah, Desa Tianyar dibagi menjadi tiga wilayah administratif: Desa Tianyar Induk, Desa Tianyar Tengah, dan Desa Tianyar Barat.

Meski tidak ditemukan prasasti atau catatan resmi yang menjelaskan secara pasti siapa pendiri Desa Tianyar, kisah-kisah turun-temurun dari para sesepuh desa menjadi sumber penting dalam menelusuri sejarah awal wilayah ini.

BACA JUGA  Blackout Bali 2 Mei 2025, 350 Indonesia Dorong Desentralisasi Energi Terbarukan

Salah satu tokoh legendaris yang dipercaya memiliki peran besar dalam asal mula desa adalah Maha Rsi Pedanda Sakti Wau Rauh, seorang tokoh spiritual yang diyakini merupakan utusan dari Kerajaan Majapahit.

Pada masa kedatangan beliau, Tianyar masih merupakan wilayah kering yang sangat kekurangan air.

Dalam keheningan pertapaan dan semedi, Pedanda Sakti Bau Rauh memanjatkan doa kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa agar dianugerahi sumber air suci untuk keperluan melasti para dewa usai perayaan piodalan.

Doa itu pun dikabulkan. Dari tanah yang gersang, muncullah sebuah telaga yang oleh masyarakat disebut Telaga Ngembeng, juga dikenal sebagai Toya Anyar—yang berarti “air baru” atau “air suci”.

BACA JUGA  Kasus HIV-AIDS di Bali Capai 31.880, KPA Dorong Sinergi Informasi dan Legalitas KJPA

Keberadaan telaga ini begitu sakral sehingga wilayah di sekitarnya dikenal sebagai Desa Toya Anyar.

Seiring waktu, terjadi perubahan fonetik dalam pelafalan nama tersebut, hingga akhirnya menjadi Desa Tianyar seperti yang dikenal hingga kini.

Sayangnya, pada tahun 1963, letusan dahsyat Gunung Agung menyebabkan telaga suci tersebut tertutup oleh material vulkanik berupa pasir dan abu.

Meskipun demikian, bekas telaga itu masih bisa ditemukan hingga sekarang di Banjar Dinas Taman Sari, Desa Tianyar Barat.

BACA JUGA  Heboh 9.850 Bibit Durian Kane dari Golkar Bali, Terungkap Hanya Miskomunikasi: Segera Difinalisasi

Di area tersebut berdiri sebuah pura yang menjadi tempat persembahyangan suci.

Pura ini masih aktif digunakan oleh masyarakat dan menggelar upacara piodalan setiap Purnama Kapat, Purnama Kelima, dan Purnama Karo.

Kisah lahirnya Desa Tianyar Barat bukan hanya tentang pemekaran wilayah administratif, tetapi juga menjadi bagian dari narasi spiritual yang kaya akan nilai-nilai lokal.

Warisan ini mengajarkan masyarakat untuk senantiasa menjaga kesucian, menghormati alam, serta mengenang jasa para leluhur yang telah membangun dasar kehidupan di tanah yang mereka pijak hingga kini. (TB)

   

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!