Foto Dok. Arya Wedakarna |
Selasa,
26 Oktober 2021, Sukmawati Soekarnoputri akan melangsungkan prosesi pindah
agama dari agama Islam ke agama Hindu. Prosesi ini disebut dengan proses sudhi
wadani. Siapakah sebenarnya sosok dari Sukmawati Soekarnoputri ini?
Dirangkum
dari berbagai sumber, Sukmawati Soekarnoputri memiliki nama lengkap Diah
Mutiara Sukmawati Sukarnoputri. Ia lahir tanggal 26 Oktober 1951. Ia
merupakan anak dari presiden pertama RI Soekarno dengan ibunya bernama
Fatmawati. Ia merupakan adik dari politikus sekaligus ketua umum PDIP Megawati
Soekarnoputri, dan Rachmawati Soekarnoputri.
Sukmawati
mencoba memadukan dunia seni dengan politik sama seperti yang dilakukan
Soekarno semasa hidup. Minat seni Sukmawati telah dipupuk sejak usia muda. Sukmawati
mengawali pendidikan formalnya di Sekolah Rakyat (SR) dan tamat tahun 1964. Setelah
menyelesaikan pendidikan SMA pada tahun 1969, Ia melanjutkan pendidikannya
Akademi Tari di di LPKJ, Jakarta, tahun 1970-1974 hingga kemudian menjadi
mahasiswa Jurusan Hubungan Internasional (HI), Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
(Fisip), Universitas Bung Karno (UBK), Jakarta, sejak tahun 2003.
Pada
tahun 1998, ia mendirikan dan menghidupkan kembali Partai Nasional Indonesia dengan
nama PNI Soepeni. Dalam pemilihan umum tahun 1999, partai ini hanya memperoleh
0,36 persen suara. Akibat performa yang kurang baik, partai ini kemudian
berganti nama menjadi PNI Marhaenisme pada 2002 dengan posisi ketua umum
dijabat oleh Sukmawati.
Dalam pemilihan umum 2004, partai ini hanya mampu mengamankan satu kursi di
pemerintah setelah memperoleh 0,81 persen suara. Hingga pada pemilihan umum 2009,
partai ini kehilangan kursi di pemerintah usai memperoleh 0,3 persen suara.
Pada 2011 silam, Sukmawati yang rehat dari dunia politik meluncurkan buku
bertajuk Creeping Coup D’Tat Mayjen Suharto. Buku ini berisi kesaksian sejarah
kehidupannya selama 15 tahun di Istana Merdeka. Buku itu banyak mengungkap
kehidupan Sukmawati sejak dilahirkan di Istana Merdeka ketika sang ayah masih
menjabat sebagai presiden hingga usianya menginjak remaja. Sukmawati juga
memberikan kesaksian bahwa Soeharto telah mengkudeta ayahnya pada 1965-1967.
Menurut
Sukmawati, saat itu Pangkostrad Mayjen Soeharto bersama anggota-anggota militer
lainnya dengan menggunakan Surat Perintah 11 Maret 1966 mengkudeta ayahnya.
Dalam pengakuannya, Sukmawati mengaku tidak akan memaafkan Soeharto karena
telah melakukan pelanggaran HAM pasca peristiwa 1965.
Di sela-sela karier politiknya, Sukmawati juga seorang penggiat seni. Ia
menyukai seni tari, lukis, dan sastra. Ketertarikan Sukmawati terhadap dunia
seni membuatnya sering berkumpul dengan teman sesama seniman di Taman Ismail
Marzuki. Tak hanya itu, Sukmawati juga kerap tampil dalam berbagai acara seni.
Salah satunya, dia tampil membacakan puisi karyanya bertajuk Ibu Indonesia
dalam acara 29 Tahun Anne Avantie Berkarya di Indonesia Fashion Week 2018.
Namun, puisi tersebut mengundang kontroversi dan dinilai mengandung unsur
penistaan agama karena membandingkan cadar dan konde serta suara azan dan
kidung atau nyanyian. Sukmawati pun dilaporkan oleh sejumlah ormas dari
berbagai kalangan termasuk ACTA dan GNPF atas dugaan penistaan agama.
Sukmawati menikah dengan Putra Mahkota Kadipaten Mangkunegaran yaitu
Pangeran Sujiwa Kusuma (sekarang Adipati Mangkunegara). Di kemudian Hari
Pangeran Kusuma naik tahta dan bergelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati
Arya Mangkunegara IX. Beberapa tahun kemudian, ia dan Sujiwa Kusuma memutuskan
untuk cerai. Dari pernikahan singkat itu, mereka dikaruniai dua anak yakni Gusti
Pangeran Haryo Paundrakarna Sukmaputra Jiwanegara, Gusti Raden Ayu Putri Agung
Suniwati (Menur).
Sukmawati
kemudian menikah dengan Muhammad Hilmy bin Al Haddad dan memiliki seorang anak
bernama Muhammad Putra Perwira Utama. Setelah Muhammad Hilmy meninggal pada
2018 lalu, Sukmawati tidak banyak tampil di publik.
Pada 13 November 2008, Sukmawati ditetapkan sebagai tersangka ijazah palsu yang
digunakan sebagai syarat pencalonan Pemilu 2009. Ia menjadi calon Anggota
DPR RI dari PNI Marhaenisme daerah pemilihan Bali. Ia memakai foto
kopi ijazah SMA 3 Jakarta tahun lulus 1970, tetapi tidak dilegalisasi.
Sekolah
menolak melegalisasi karena menyatakan Sukmawati hanya bersekolah hingga kelas
II dan tidak bersekolah setelah menikah. Ia hanya ditetapkan sebagai tersangka
dan tidak ditahan dalam kasus yang dihentikan ini. Diketahui sebelumnya
pada Pemilu 2004 ia memakai ijazah SMA 22 Jakarta tahun lulus 1969
sehingga ia memiliki dua ijazah yang berbeda tahun kelulusan. Sukmawati
mengundurkan diri dari pencalonan karena kasus ini. (TB)