Istimewa |
Video
penyanyi Bali, Dewi Pradewi yang mengaku diusir satpam viral di media sosial.
Ia mengaku diusir oleh satpam saat berada di depan Puspem Badung pada Rabu, 20
Oktober 2021 sore.
Lalu
siapakah sosok dari Dewi Pradewi ini? Telusur Bali merangkum sosok Dewi Pradewi
ini dari berbagai sumber.
Dewi
Pradewi memiliki nama lengkap Ni Putu Dewi Ariantini. Ia merupakan di Denpasar, Bali pada 12 Januari 1987. Ia
merupakan sosok yang cantik, cerdas, dan berprestasi. Dewi berasal dari Banjar
Pemeregan, Kelurahan Pemecutan, Denpasar Dewi merupakan salah satu penyanyi
lagu pop Bali yang telah memulai karirnya sejak tahun 2001.
Adapun
album yang telah dilahirkan antara lain Bungan Tresna (2001), Muani Buaya
(2015), Bermain Cantik (2017, duet bersama Dek Arya). Penyanyi ini juga berduet
dengan beberapa penyanyi senior antara lain Yong Sagita, De Antoni, Yan Wi, dan
Dewa Paris. Ia juga sering diundang menyanyi atau menjadi pembawa acara (MC) di
berbagai event besar di Bali.
Dewi
menamatkan pendidikannya di Kajian Budaya, Pasca Sarjana Universitas Udayana
dengan tesis yang membahas tentang keberadaan Perempuan Bali Bertato di Kota
Denpasar berjudul Konstruksi Stigma pada Perempuan Bali Bertato di
Kota Denpasar. Dan ia pun mengantongi predikat Cumlaude.
Selain
membuat tesis tentang perempuan bertato, ia pun merajah kulit lembutnya dengan
tato. Punggungnya, bahkan kedua lengannya penuh dengan tato. Dalam sebuah
wawancara dengan Radar Bali, Dewi menyebut tato pada wanita menunjukkan
kesetaraan gender dengan kaum pria. Bila stigma atau pandangan negatif melekat
pada wanita yang bertato, berarti tidak ada kesetaraan gender. Di punggungnya
ia membuat tato bergambar burung phoenix dan naga. Baginya, burung phoenix dan
naga sebagai lambang yin dan yang atau keseimbangan.
Pertengahan
tahun 2021, dirinya menelorkan 3 karya, yakni berupa buku, video klip lagu
cover, dan film. Buku yang diterbitkannya merupakan karya tulisnya dari
penelitian S2 di Program Studi Kajian Budaya, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas
Udayana tahun 2019. Tesis tersebut dibukukan dengan judul Tato Perempuan Bali:
Tubuh, Stigma, dan Perlawanan. Karya keduanya, berupa video klip cover lagu
yang dipopulerkan Yan Srikandi yaitu Wilasmi ciptaan dari Yan Wie asal
Tegallalang.
Karya
ketiganya berupa film yang menggambarkan dari buku karyanya. Film ini
melibatkan para rekannya seperti Puja Astawa, Jun Bintang, Ajik Krisna dan
lain-lain. Film ini telah dirilis pada 7 Mei 2021 di Gedung Dharma Negara
Alaya, Denpasar. Film yang dibuat selama kurang lebih tiga bulan ini mengambil
lokasi take video di beberapa tempat seperti Desa Tua Tabanan, Krisna Oleh-oleh
Sanur dan Nusa Dua serta Pasar Tradisional Kumbasari Denpasar.
Mengenai
buku Tato Perempuan Bali, Dewi Pradewi menjelaskan hal itu sebagai upaya atau
langkah kecil sebagai gerakan emansipatoris untuk kesetaraan antara laki dan
perempuan. Karena, dari hasil penelitiannya di awal bahwa tato itu bermasalah
ketika digunakan oleh perempuan.
Menurutnya,
fenomena perempuan Bali bertato dalam wacana sosial, kultur dan moral selalu
menyajikan sisi menarik yang mungkin luput dari perhatian khalayak. Hal ini
termasuk mempelajari dirinya yang memang menyukai tato karena menganggap hal
itu sebagai seksi. Baginya tato sama halnya dengan bagaimana usaha seseorang
menjadi cantik atau tampan.
Ia
juga mengatakan jika tato yang merupakan seni dekorasi tubuh,
ternyata masih menyisakan berbagai persoalan bagi perempuan Bali di tengah
budaya patriarki yang keras. Dalam buku ini, dituliskan bagaimana tubuh, stigma,
dan perlawanan tersebut bergulat erat dalam warna warni tato perempuan
Bali.
Sementara
itu, Ketua Kwartir Daerah Gerakan Pramuka Bali, I Made Rentin juga mengukuhkan
Dewi Pradewi bersama Trio lawak Bali Celekontong Mas sebagai relawan pramuka
peduli Kwarda Bali dalam upaya mewujudkan Bali Lawan Corona pada tahun 2020.
Ia
juga sempat menjadi asisten pribadi Ketua PHRI Bali, Tjokorda Artha Ardana
Sukawati (Cok Ace). Dirinya juga merupakan guru privat yoga. Kini ia juga akktif
sebagai Sekretaris Eksekutif PHRI Bali dan sekaligus Tenaga Ahli DPR RI Gde
Sumarjaya Linggih. (TB)