Puncak Karya Memukur Jero Gede Penatih Denpasar berlangsung penuh khidmat pada Tilem Sasih Karo, Sabtu (23/8/2025). Upacara suci ini diawali dengan Mapurwa Daksina, di mana para pemedek berjalan mengelilingi Bale Peyadnyan sebanyak tiga kali, kemudian dilanjutkan dengan Ngening serta puncak upakara yang dipuput oleh Ida Pedanda Griya Kutri dan Ida Pedanda Budha Griya Kaliungu.
Upacara turut dihadiri oleh Wakil Walikota Denpasar, I Kadek Agus Arya Wibawa, Sekda Kota Denpasar, Ida Bagus Alit Wiradana, pengurus Paiketan Arya Wang Bang Pinatih Provinsi Bali, serta undangan lainnya.
Panglingsir Jero Gede Penatih yang juga Walikota Denpasar, I Gusti Ngurah Jaya Negara, menjelaskan bahwa Upacara Memukur merupakan tahapan penting dalam tradisi Hindu Bali. Upacara ini dilakukan untuk menyucikan roh leluhur agar mencapai kesucian tertinggi setelah melalui proses Ngaben.
“Upacara ini bertujuan untuk melepaskan ikatan roh dengan duniawi, sehingga arwah dapat manunggal dengan Sang Pencipta,” ujar Jaya Negara.
Lebih lanjut, Jaya Negara menyebutkan bahwa Karya Memukur Jero Gede Penatih ini dilaksanakan untuk melengkapi upacara Pelebon Ni Jero Samiarsa, sang ibunda tercinta. Upacara melibatkan 60 puspa pengiring dari pasemetonan dan masyarakat umum.
“Ini wujud sradha bhakti kami kepada orang tua dan leluhur, agar arwah beliau benar-benar menyatu dengan Tuhan,” imbuhnya.
Sebelumnya, rangkaian upacara telah dimulai sejak Selasa (19/8) dengan Melapas Peyadnyan dan Nyanggling, kemudian berlanjut pada Kamis (21/8) dengan Ngangget Don Bingin, Ngajum, dan Melaspas Puspa.
Setelah puncak karya pada Sabtu (23/8), prosesi dilanjutkan dengan Mapralina dan Nganyud ke Segara pada Minggu (24/8) dini hari. Penutup rangkaian akan dilaksanakan Upacara Nyegara Gunung di Segara Pura Goa Lawah, kemudian Meajar-Ajar menuju Pura Dalem Puri, Pura Batu Madeg, dan Pura Penataran Agung Besakih pada Selasa (26/8).
“Semoga seluruh rangkaian karya ini berjalan lancar, labda karya, dan membawa kerahayuan untuk seluruh umat,” tutur Jaya Negara.
Wakil Walikota Denpasar, I Kadek Agus Arya Wibawa, menyampaikan apresiasinya. Menurutnya, upacara ini merupakan bukti nyata sinergi antara puri, jero, dan masyarakat dalam menjaga tradisi leluhur.
“Pelaksanaan karya ini mencerminkan filosofi Vasudhaiva Khutumbakam bahwa kita semua bersaudara. Dengan menjaga hubungan harmonis antara manusia dengan Tuhan, sesama manusia, dan alam, kehidupan akan tetap seimbang,” kata Arya Wibawa. (TB)
