![]() |
Sumber; https://id.wikipedia.org |
Desa Munggu merupakan sebuah desa yang berada di
Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, Bali. Desa ini berbatasan langsung dengan
Tabanan yakni dengan Desa Cepaka di sebelah utara dan Desa Buwit serta Desa
Cemagi yang berada di sebelah baratnya, dimana ketiga desa tersebut merupakan
wilayah Kecamatan Kediri, Tabanan.
Desa ini memiliki sebuah tradisi yang terkenal yakni Mekotek yang digelar setiap Hari Raya Kuningan. Bejarah berdirinya desa ini, tak lepas dari keberadaan
alas atau hutan Beraban yang dibuka warga sebagai tempat bermukim.
alas atau hutan Beraban yang dibuka warga sebagai tempat bermukim.
Ketika Bali diperintah oleh Raja Waturenggong pada tahun saka 1382 – 1472 kehidupan
masyarakat semakin berkembang dan beberapa di antara mereka mulai merantau
untum mencari tempat penghidupan yang baru. Salah satu tempat yang mereka tuju
yakni Denpasar tepatnya di Desa Sumerta.
masyarakat semakin berkembang dan beberapa di antara mereka mulai merantau
untum mencari tempat penghidupan yang baru. Salah satu tempat yang mereka tuju
yakni Denpasar tepatnya di Desa Sumerta.
Belakangan satu keluarga yang beranggotakan kurang lebih
20 orang yang tinggal di Denpasar kembali mencari tempat perantauan. Mereka
menuju ke arah barat dan tiba di sebuah tempat yang terletak di timur hutan
yang bernama hutan atau alas Beraban.
Kini tempat tersebut bernama Datengan
yang menjadi nama Banjar Datengan Desa Tumbak Bayuh, Mengwi, Badung. Datengan ini berasal dari
kata dateng yang artinya datang atau tiba.
20 orang yang tinggal di Denpasar kembali mencari tempat perantauan. Mereka
menuju ke arah barat dan tiba di sebuah tempat yang terletak di timur hutan
yang bernama hutan atau alas Beraban.
Kini tempat tersebut bernama Datengan
yang menjadi nama Banjar Datengan Desa Tumbak Bayuh, Mengwi, Badung. Datengan ini berasal dari
kata dateng yang artinya datang atau tiba.
Beberapa dari mereka menetap di sana, dan adapula yang
kemudian melanjutkan perjalanan ke tempat lain seperti Buduk, maupun Kaba-kaba. Sementara, orang
tua dan beberapa anak memilih masuk ke dalam hutan Beraban dan merabas hutan
serta membangun pemukiman. Pemukiman tersebut kemudian dipimpin oleh Ki Pasek Gelgel Sumerta.
kemudian melanjutkan perjalanan ke tempat lain seperti Buduk, maupun Kaba-kaba. Sementara, orang
tua dan beberapa anak memilih masuk ke dalam hutan Beraban dan merabas hutan
serta membangun pemukiman. Pemukiman tersebut kemudian dipimpin oleh Ki Pasek Gelgel Sumerta.
Pada saat itu, hutan Beraban berada di wilayah kekuasaan Mengwi
di bawah pemerintahan I Gusti Agung Putu yang bergelar Cokorda Agung Bhima Cakti
atau Cokorda Agung Blambangan. Ida memiliki seorang permaisuri yakni Ni Gusti
Luh Alangkajeng dengan tiga orang anak yakni Ni Gusti ayu Putu Alangkajeng, I
Gusti Agung Made Alangkajeng, dan I Gusti Agung Nyoman Alangkajeng.
di bawah pemerintahan I Gusti Agung Putu yang bergelar Cokorda Agung Bhima Cakti
atau Cokorda Agung Blambangan. Ida memiliki seorang permaisuri yakni Ni Gusti
Luh Alangkajeng dengan tiga orang anak yakni Ni Gusti ayu Putu Alangkajeng, I
Gusti Agung Made Alangkajeng, dan I Gusti Agung Nyoman Alangkajeng.
Sebagai pimpinan pemukiman di hutan Beraban, Ki Pasek Gelgel Sumerta pun melapor dan meminta perlindungan
ke Kerajaan Mengwi. Raja Mengwi berkenan dan diutuslah putra Ida yakni I Gusti
Agung Nyoman Alangkajeng bersama 500 orang prajurit sebagai perwakilan dan
bertahta di sana.
ke Kerajaan Mengwi. Raja Mengwi berkenan dan diutuslah putra Ida yakni I Gusti
Agung Nyoman Alangkajeng bersama 500 orang prajurit sebagai perwakilan dan
bertahta di sana.
Di tempat itu dibangunlah sebuah istana yang berlokasi di
barat laut sumber mata air dan diberinama Kerajaan Munggu. I Gusti Agung Made
Alangkajeng pun dikenal dengan nama I Gusti Agung Nyoman Munggu. Seiring
berjalannya waktu, daerah ini pun berkembang dengan semakin banyaknya pendatang
yang berdatangan ke tempat ini. Pendatang ini menetap berkelompok sesuai dengan
asal-usul, profesi, maupun kesamaan lainnya. Lama kelamaan kelompok ini
berkembang menjadi banjar-banjar yang ada sekarang.
barat laut sumber mata air dan diberinama Kerajaan Munggu. I Gusti Agung Made
Alangkajeng pun dikenal dengan nama I Gusti Agung Nyoman Munggu. Seiring
berjalannya waktu, daerah ini pun berkembang dengan semakin banyaknya pendatang
yang berdatangan ke tempat ini. Pendatang ini menetap berkelompok sesuai dengan
asal-usul, profesi, maupun kesamaan lainnya. Lama kelamaan kelompok ini
berkembang menjadi banjar-banjar yang ada sekarang.
Di bawah pemerintahan I Gusti Agung Nyoman
Alangkajeng dibangun juga Pura Kahyangan Tiga yakni Pura Bale Agung, Puseh
dan Dalem Ulun Setra, disamping itu masyarakat juga membangun tempat pemujaan
leluhur. Pemukiman dan kerajaan tersebut kemudian berkembang menjadi sebuah
desa yang saat ini bernama Desa Munggu. Munggu berasal dari kata amunggu atau
alungguh yang artinya menempati, berkedudukan, atau bertempat tinggal. (TB)
Alangkajeng dibangun juga Pura Kahyangan Tiga yakni Pura Bale Agung, Puseh
dan Dalem Ulun Setra, disamping itu masyarakat juga membangun tempat pemujaan
leluhur. Pemukiman dan kerajaan tersebut kemudian berkembang menjadi sebuah
desa yang saat ini bernama Desa Munggu. Munggu berasal dari kata amunggu atau
alungguh yang artinya menempati, berkedudukan, atau bertempat tinggal. (TB)
Catatan:
Sejarah Desa Munggu ini disarikan dari
website Desa Munggu desamunggu.badungkab.go.id. Dan apabila terdapat kekeliruan
silahkan hubungi admin di email asktelusurbali@gmail.com. Admin akan
segera melakukan revisi untuk kesempurnaan artikel ini.
Berikut Videonya
Sejarah Desa Munggu ini disarikan dari
website Desa Munggu desamunggu.badungkab.go.id. Dan apabila terdapat kekeliruan
silahkan hubungi admin di email asktelusurbali@gmail.com. Admin akan
segera melakukan revisi untuk kesempurnaan artikel ini.
Berikut Videonya