Sejarah Desa Padangbulia Buleleng, Dulu Pernah Jadi Pusat Kerajaan

Author:
Share

Desa Padangbulia (atau Padang Bulia) terletak di Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng, Bali.

Namun, jauh sebelum menjadi sebuah desa administratif, Padangbulia adalah pusat Kerajaan Den Bukit, salah satu kerajaan penting di Bali Utara pada abad ke-12.

Berdasarkan Lontar Dharma Ulangun, Lontar Dalem Madura, dan Lontar Jaya Purana, wilayah ini awalnya dikenal sebagai Desa Tani Agung atau Purbhakara.

Penduduk aslinya menganut kepercayaan animisme, menyembah Arca Manik sebagai pelinggih roh leluhur yang diyakini memberikan perlindungan.

Pada tahun 1135 Masehi (tahun Saka 1057), Desa Tani Agung mengalami kehancuran, termasuk rusaknya Arca Manik yang dianggap suci.

Melihat kondisi itu, Ida Gusti Den Bukit (atau Ida Gusti Made Bukit), putra kedua Raja Dinasti Singamandawa dari Pulaki, tergerak untuk membangun kembali wilayah tersebut.

BACA JUGA  Mobil Ringsek Tertimpa Pohon di Kuta Badung, Seorang Wanita Meninggal Dunia

Dengan membawa senjata pusaka dan didukung pengikut setia—termasuk Bendesa Pasek Macan Gading—Ida Gusti Den Bukit mendirikan Kerajaan Den Bukit di Padangbulia.

Pemerintahan baru ini dibangun secara gotong royong bersama penduduk asli (Pasek) dan pendatang.

Puri Agung Jero Gede Padangbulia menjadi pusat istana, sekaligus simbol kekuasaan kerajaan.

Nama Padangbulia sendiri berasal dari kata Padang bermakna cahaya atau terang dan Bulia bermakna mulia. Sehingga artinya adalah “Cahaya yang Mulia”, merujuk pada kebesaran kerajaan.

Struktur Wilayah dan Kepercayaan
Kerajaan Den Bukit menganut konsep Tri Hita Karana (harmoni antara manusia, alam, dan Tuhan).

BACA JUGA  Sejarah Desa Tangkup Karangasem, Bermula dari Kekacauan Akibat Perang 2 Kerajaan Besar

Beberapa pura penting didirikan sebagai penyawangan (simbol batas wilayah), seperti:

  1. Pura Pucak Manggu (batas selatan, kini di Gitgit)
  2. Pura Cekik (batas barat)
  3. Pura Bukit Sinunggal & Pura Dalem Tamblang Tangkid (batas timur)
  4. Pura Mahayu (batas laut)
  5. Pura Desa (pusat kota kerajaan)

Upacara Sarin Tahun yang digelar setiap Purnama Sasih Kapat (bulan ke-4 kalender Bali) menjadi ritual penting untuk memohon keselamatan kerajaan.

Pada tahun 1343 M, Raja Asta Sura Ratna Bumibanten (Sri Raja Tapulung) beserta patihnya Kebo Iwa mengunjungi Kerajaan Den Bukit untuk bersembahyang di Sang Hyang Embang, memohon kedamaian Bali.

BACA JUGA  Dua Perempuan Asal Situbondo Spesialis Pencurian Toko di Bali Diciduk Polisi, Beraksi di Badung, Denpasar hingga Gianyar

Bukti arkeologis dan 30 lebih prasasti peninggalan Dinasti Singamandawa memperkuat eksistensi kerajaan ini. Para ahli seperti Dr. Stutterheim, Dr. L.C. Damais, dan Dr. Goris juga meneliti keberadaannya.

Seiring waktu, nama Palemang Aji Panjang (wilayah asli) berganti menjadi Den Bukit karena identitas kuat kerajaan ini dalam perdagangan dan interaksi sosial.

Meski kerajaan telah runtuh, Puri Agung Jero Gede Padangbulia dan tradisi Hindu-Bali tetap lestari sebagai warisan budaya.

Kini, Padangbulia menjadi desa yang tenang, namun jejak kejayaannya masih terasa melalui pura, upacara adat, dan cerita turun-temurun. (TB)

   

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!