Situs Kalibukbuk, yang terletak sekitar 300 meter dari jalan raya menuju selatan di desa Kalibukbuk, Kabupaten Buleleng, Bali, merupakan situs bersejarah yang ditemukan pada September 1994.
Situs ini merupakan peninggalan Candi Buddha yang dikenal dengan Stupa. Penemuan pertama kali diawali pada tahun 1991 ketika warga setempat menemukan stupika dan sebuah meterai tanah liat di belakang Hotel Angsoka.
Temuan ini terjadi saat dilakukan penggalian untuk pembangunan kolam renang. Tiga tahun kemudian, pada 1994, seorang warga bernama I Nengah Mawa menemukan lebih banyak artefak ketika sedang menguras sumur tua miliknya.
Tiba-tiba dinding sumur longsor, mengungkap benda-benda aneh yang menempel di sekelilingnya, termasuk struktur batu bata yang diduga sebagai bagian dari bangunan kuno. Artefak-artefak ini terkubur sekitar satu setengah meter di bawah permukaan tanah.
Penemuan ini segera dilaporkan ke Dinas Kebudayaan oleh pemilik tanah, A. A. Ngurah Sentanu. Penyelidikan lebih lanjut dilakukan oleh Balai Arkeologi Denpasar dari tahun 1994 hingga 2002.
Berdasarkan hasil penelitian, bangunan stupa yang ditemukan sebagian besar sudah rusak, dan yang tersisa hanya bagian dasarnya.
Di sekitar situs, ditemukan batu bata yang dihiasi dengan motif sulur-suluran serta relief Ganesha yang sedang jongkok dengan kedua tangan diangkat ke atas, menunjukkan sikap menahan beban.
Temuan ini mengindikasikan adanya campuran unsur budaya Hindu dan Buddha, yang menunjukkan sinkretisme Siwa-Buddha dalam bangunan ini.
Situs Kalibukbuk, yang resmi diakui sebagai cagar budaya pada 17 Januari 2009, juga menghasilkan sejumlah meterai tanah liat yang ditemukan di sekitar situs tersebut.
Beberapa meterai tersebut bertuliskan mantra-mantra dalam bahasa Sansekerta yang menggunakan huruf pre-Nagari, yang disebut “ve ie mantra.” Salah satu mantra yang ditemukan berbunyi: “Ye dharma heru prabha We hetun tesan tathagato Hyawodat tesan ceyo ni Rodha ewam wadi ma Ha Crammanah,” yang berarti, “Keadaan sebab-sebab kejadian itu sudah diterangkan oleh tathgata (Buddha). Tuan mahatapa itu telah menerangkan juga apa yang harus diperbuat orang supaya dapat menghilangkan sebab-sebab itu.”
Mantra tersebut memiliki kemiripan dengan mantra yang ditemukan pada meterai dari Pejeng yang berasal dari abad ke-8 hingga ke-9 Masehi.
Selain meterai, dua fragmen meterai dengan relief Dhyani Bodhisattwa dan Buddha juga ditemukan di situs ini, menggambarkan sosok Buddha yang diapit oleh dua Bodhisattwa dengan empat tangan, dalam posisi duduk di atas padmasana.
Pada bagian belakang arca terdapat prabhamacaala, atau lingkaran cahaya yang melingkari tubuh Buddha.
Situs ini kini dapat dikunjungi di wilayah Jl. Raya Anturan, Singaraja, Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng, Bali.
Peninggalan-peninggalan yang ditemukan di Kalibukbuk memberikan wawasan penting mengenai keberagaman budaya dan agama yang berkembang di Bali pada masa lalu, sekaligus menjadi bukti penting dari sejarah penyebaran ajaran Buddha di Indonesia. (TB)