ist. |
Kebo
Iwa merupakan sosok patih yang sangat kuat di Bali pada masa kerajaan Bedahulu
di Blahbatuh. Ia membuat sosok patih Gajah Mada dari Kerajaan Majapahit
kelabakan. Kebo Iwa menjabat sebagai panglima militer Bali pada
masa pemerintahan Prabu Sri Asta Sura Ratna Bumi Banten pada
awal abad ke-14. Nama lain dari Kebo Iwa adalah Kebo Wandira atau Kebo
Taruna. Menurut kepercayaan maupun cerita yang beredar di masyarakat, dikatakan
jika Kebo Iwa berasal dari Blahbatuh. Ia merupakan anak dari Panglima Rakyan
Buncing.
Salah
satu cerita tentang kelahiran Kebo Iwa yakni dimulai dari kisah pasangan suami
istri di Blahbatuh, Gianyar yang lama tidak mempunyai putra yang akan menjadi
penerus keturunan. Karena itu, mereka memohon kepada Ida Sang Hyang Widhi agar
diberikan seorang putra. Mereka berjanji akan memenuhi segala permintaan anak
yang akan dilahirkan kelak.
Permohonan
itu pun terkabul, dan tak berselang lama istrinya pun hamil. Setelah cukup masa
kehamilannya maka lahirlah anak mereka yang membuat pasangan suami istri
tersebut merasa sangat berbahagia. Sayangnya, bayi yang baru lahir tersebut
sangat aneh. Baru berumur dua hari, anak itu sudah menghabiskan sebutir
ketupat. Ketika berumur satu minggu, ia sudah mampu menghabiskan satu kelan atau
enam butir ketupat setiap kali makan.
Setelah
berumur tiga tahun, anak itu menghabiskan satu periuk nasi setiap kali makan.
Apabila di rumahnya tidak ada nasi, maka ia mencuri nasi tetangganya. Oleh
karena rakusnya terhadap makanan, maka orang tuanya tidak sanggup memberikan
makanan. Karena sifat rakusnya menyebabkan ayahnya sangat marah, apalagi
mendengar aduan dari warga yang makanannya telah dicuri. Dalam puncak amarah,
ayahnya pun menghunus keris akan membunuh sang anak.
Sebelum
dibunuh anak tersebut menanyakan tentang namanya, alasannya agar dia tidak
tersesat di alam niskala (kematian). Kemudian ayahnya menjawab; “nama
kamu adalah Kebo Iwa”. Setelah mendengar bahwa namanya adalah Kebo Iwa anak
tersebut mulai beringas dan merasa diri sangat kuat, kebal, dan sakti. Karena
itu, ayahnya tidak jadi membunuhnya.
Karena
merasa tidak diterima orang tuanya, anak tersebut kemudian pergi menghadap raja
di Puri Singamandawa. Oleh raja, Ia diangkat menjadi patih dan diberikan tempat
tinggal di Blahbatuh. Segala kebutuhannya dipenuhi Raja. Mulai saat itu, banyak
wilayah yang mampu ditaklukkan Raja Bedahulu berkat kekuatan Patih Kebo Iwa
bersama Ki Pasung Grigis dan Ki Ularan.
Sementara
itu, dalam Rajapurana disebutkan bahwa yang menjadi raja di Bali sebelum
serangan Gajah Mada tahun 1343 Masehi bernama Sri Tapolung dengan gelar Asta
Sura Ratna Bumi Banten yang merupakan Raja Bedahulu. Raja kemudian melantik
seorang Amangkubumi bernama Ki Pasung Gerigis berkedudukan di desa Tengkulak.
Beliau mempunyai seorang wakil bernama Ki Kebo Iwa atau Kebo Taruna yang
bertempat tinggal di Blahbatuh. Dilantik pula para
tanda menteri seperti Girikamana di Utara Bukit (Bali Utara), Rakryan Ambyak (Tambyak)
di Jimbaran, Tunjung Tutur Tenganan, Kryan Bwan di Batur, Tunjung Biru di Tianyar,
Kryan Kopang di Seraya, Si Walungsingkal di Taro, Kiyayi Gudug Basur sebagai
demang dan si Kalambang sebagai demung.
Setelah
kerajaan Bali menyatakan melepaskan diri dari Majapahit, Kerajaan Bali terus
membangkang dan tidak menghiraukan perintah-perintah dari Majapahit. Hal ini
membuat geram Tribuana Tunggadewi bersama patihnya utamanya yang bernama Gajah Mada.
Dalam
suatu persidangan, Gajah Mada bersedia sebagai utusan untuk datang ke Bali. Tak
diceritakan selama perjalanan, Gajah Mada pun telah tiba di daratan Gumicik. Gajah
Mada menaiki kuda putih dan di punggungnya terselip sebilah keris, berjalan menuju
arah utara (arah ke gunung) dan sampailah di Sukawati.
Gajah
Mada kemudian ditemui oleh Ki Pasung Gerigis dan menanyakan tentang tujuan Gajah
Mada datang ke Bali. Dikatakan tujuannya datang ke Bali adalah atas utusan dari
Raja Majapahit. Mendengar itu Pasung Gerigis menjadi kaget dan cemas. Pasung
Gerigis cepat punya akal untuk mengatur siasat. Akhirnya Gajah Mada diajak
singgah ke rumahnya Ki Karang Buncing Blahbatuh. Sementara itu, Pasung Gerigis
langsung menghadap Raja Bedahulu dan melaporkan bahwa ada utusan Majapahit
bernama Gajah Mada hendak menghadap. Mendengar laporan itu Pasung Gerigis
disuruh mengantarkan utusan itu kehadapan raja.
Kemudian
Gajah Mada yang diutus oleh raja Majapahit menghaturkan sepucuk surat.
Adapun isi surat itu pada intinya memohon kehadapan Sri Baginda agar Ki Kebo
Iwa dikirim sendirian ke Jawa dan akan dijodohkan dengan seorang putri yang sangat
cantik. Di samping itu isi surat tersebut berisi ajakan untuk menjalin hubungan
kedua Negara.
Setelah
isi surat itu dipahami, hati baginda gembira dan mengatakan setuju akan minat
paduka raja Majapahit. Raja bersedia mengirim Kebo Iwa ke Majapahit demi melanjutkan
persahabatan kedua negara yang telah dijalin sejak dahulu. Raja kemudian memberitahu
Kebo Iwa supaya mengikuti kehendak baginda yaitu ikut ke Jawa bersama patih
Gajah Mada.
Gajah
Mada bersama Kebo Iwa mohon pamit kehadapan raja Bedaulu. Berjalan menuju
arah selatan dan sesampainya di pesisir lalu menaiki sampan. Dalam pelayaran mulailah
timbul akal licik Gajah Mada untuk mencelakakan Kebo Iwa, dan berusaha menenggelamkan
Ki Kebo Iwa. Namun berkat kesaktiannya Kebo Iwa dapat selamat dan dapat
mengejar perahu yang dilarikan Gajah Mada. Kebo Iwa diam saja dan tidak mengadakan
perlawanan sedikitpun karena menganggap bahwa semuanya yang telah terjadi
adalah takdir.
Berselang
berapa lama sampailah mereka di Banyuwangi dan yang menjadi akuwu di sana
bernama Raden Arya. Setelah menyantap hidangan Gajah Mada memberitahu Kebo Iwa
supaya menunggu sebentar di Banyuwangi karena Gajah Mada berangkat duluan ke
Majapahit. Ki Kebo Iwa setuju dan Gajah Mada pun berangkat dengan senang hati
karena tujuannya berhasil.
Besok
paginya Gajah Mada baru menghadap raja. Melaporkan bahwa dia telah berhasil
membawa Kebo Iwa ke Jawa dengan berbagai tipu daya. Raja dimintakan pertimbangan
bagaimana membuat suatu akal untuk dapat membunuh Kebo Iwa. Gajah Mada punya
rencana menyiapkan seorang gadis cantik untuk menggodanya. Raja setuju dan
didukung pula oleh para menteri yang ada di sana.
Tersebutlah
Ki Kebo Iwa telah sampai di Majapahit, dan diperkenalkan dengan seorang wanita
cantik. Sebelum upacara pernikahan sang gadis minta dibuatkan sebuah kolam permandian
yang konon terletak di gunung Wiwara. Sedang giatnya Kebo Iwa bekerja lalu di
lempari batu karang oleh prajurit Majapahit.
Setelah
lama dilempari belum juga mati maka Kebo Iwa memberitahukan rahasia kematiannya
yaitu dengan ditaburi abu batu kapur. Akhirnya prajurit Majapahit dengan
semangat menaburkan abu batu karang ke badan Kebo Iwa secara bertubitubi dan
tertimbunlah Kebo Iwa serta menghembuskan nafasnya yang terakhir di sana.
Dalam
versi lain juga dikatakan, sebelum mengatakan kelemahannya, Kebo Iwa sempat menanyakan
alasan kenapa dirinya dikubur oleh Patih Gajah Mada saat membuat sumur. Gajah
Mada menceritakan keinginannya untuk mempersatukan kerajaan yang ada di
Nusantara termasuk kerajaan yang ada di Bali, akan tetapi jika Patih Kebo Iwa
masih hidup maka kerajaan Bali tidak dapat ditaklukan dan upaya Gajah Mada
untuk mempersatukan kerajaan yang ada di Nusantara tidak akan tercapai.
Setelah
mendengar pengakuan itu Patih Kebo Iwa akhirnya memberi tahu cara mengalahkan
dirinya dengan kapur. Pada akhirnya Patih Kebo Iwa mati secara kesatria untuk
mewujudkan sumpah Patih Gajah Mada mempersatukan Nusantara. (TB)