net. |
Namanya adalah Tatang Koswara. Ia merupakan seorang
Sniper atau penembak runduk TNI-AD terbaik Indonesia. Bahkan, dalam buku Sniper
Training, Techniques and Weapons karya Peter Brookesmith terbitan 2000, nama
Tatang masuk dalam daftar 14 besar Sniper’s Roll of Honour di dunia. Dalam
catatan tersebut ia mencetak rekor 41 di bawah Philip G Morgan dengan rekor 53,
dan Tom Ferran dengan rekor 41.
Siapakah sosok Tatang ini?
Tatang Koswara dilahirkan dari keluarga militer, di
Bandung, Jawa Barat. Ia lahir pada tanggal 12 Desember 1946. Ia masuk militer
melalui jalur Tamtama di Banten tahun 1966. Pada tahun 1974-1975, Tatang
bersama tujuh rekannya terpilih masuk program mobile training teams (MTT) yang
dipimpin pelatih dari Green Berets Amerika Serikat, Kapten Conway.
Pada 1977 – 1978 ia bertugas dalam operasi di Timor
Timur. Dalam operasi tersebut, lebih dari 40 orang fretilin menjadi korban
tembakan jitunya. Ia memiliki sandi “Siluman 3”.
Ia pensiun dari militer pada tahun 1996 dengan pangkat
terakhir Pembantu Letnan Satu (Peltu). Meski begitu, Tatang masuk jajaran
penembak jitu terbaik dunia. Dalam buku Sniper: Training, Techniques, and
Weapons karya Peter Brookesmith terbitan 2000, nama Tatang masuk dalam daftar
14 besar Sniper’s Roll of Honour di dunia.
Ia menikah dengan Tati Hayati pada 1968 dan mempunyai empat orang anak. Di
antaranya adalah Pipih Djuaningsih (anak pertama) dan Tubagus Apdi Yudha (anak
ke-3).
Meski punya ijazah sekolah teknik (setara sekolah menengah pertama), Tatang
melamar sebagai prajurit tamtama menggunakan ijazah sekolah rakyat—saat ini
sekolah dasar. Selang beberapa tahun, Tatang mengikuti penyesuaian pangkat
sesuai dengan ijazah yang dimiliknya itu. Sebagai Bintara, Tatang ditempatkan
di Pusat Kesenjataan Infanteri (Pussenif). Di sana, Tatang mengikuti berbagai
pelatihan, mulai kualifikasi Raider hingga Sniper.
Sampai akhirnya pada tahun 1974-1975, dia dengan 7
rekannya terpilih buat masuk program MTT (mobile training teams) yang dipimpin
oleh Kapten Conway dari Amerika Serikat. Saat itu, Indonesia belum punya yang
namanya Sniper dan antiteror. Akhirnya muncullah ide dari perwira TNI buat
melatih Sniper. Tatang dan 59 anggota TNI AD yang lain mendapat pelatihan dari
Kaptenn Conway selama 2 tahun.
Disana mereka dilatih untuk menembak jitu dari jarak 300,
600 dan 900 meter. Tidak hanya dilatih menjadi sniper, tetapi mereka juga
dilatih untuk bertempur melawan penyusup, melakukan kamuflase, melacak jejak
serta bagaimana menghilangka jejak. Ternyata dari 2 tahun masa pelatihan dan
dari 60 orang peserta, hanya 17 orang yang lulus.
Dan jelas, Tatang Koswara salah satunya. Ke-17 orang
tersebut mendapatkan hadiah senjata yang juga digunakan oleh sniper legendaris
Marinie AS, Carlos Hatchcock saat perang di Vietnam. Ilmu dan senjata yang ia
dapatkan saat 2 tahun pelatihan bersama Kapten Conway membuat Tatang ditarik
Kolonel Inf. Edi Sudrajat, Komandan Pusat Pendidikan Infanteri Cimahi untuk
menjadi pengawal pribadi dan menjadi Sniper saat terjun ke medan perang di
Timor Timur pada tahun 1977- 1978.
Dia mendapat 2 tugas saat berada di medan perang. Tugas
pertama adalah melumpuhkan kekuatan musuh dan kedua, menjadi Intelijen yang
bertugas untuk masuk ke jantung pertahanan dan mengacaukan pertahanan lawan.
Lawan yang dihadapi Tatang pun bukan musuh yang lemah, tetapi adalah pasukan
FRETELIN yang punya kemampuan Gerilya hebat dan tahu persis medan di Timor
Timur. Misi yang ia jalankan ini adalah misi rahasia. Dia nggak boleh
mengungkapkannya kepada orang lain.
Bahkan dengan istrinya sendiri. Dia hanya boleh
mengungkapkan misi ini jika diperintahkan. Tapi pada akhirnya ada orang lain
yang mengungkapkannya terlebih dahulu. Ia wafat pada 3 Maret 2015 pukul 19.30, karena serangan jantung. Ia meninggal
setelah sebelumnya sempat dilarikan ke RS Medistra, setelah menjadi bintang tamu
program Hitam Putih Trans7.
Kata – kata terakhir Pak Tatang adalah “Pada saat
kaki saya tertembak,saat saya lari saya bingung karena takut masih dikejar oleh
musuh dan saya sudah siap mati pada saat itu,tapi sebelum saya mati saya
mencabut ikatan dan foto di kepala saya lalu saya ikatkan ke luka yang
tertembak untuk menutupi lubang peluru tersebut lalu sejak itu saya jalan
merangkak dengan ikatan yang ada di kaki saya lalu berpikir “kalau sampai
matipun,maka ketika aku mati darahku harus ada di merah putih”,semua
kata-kata itu dia ucapkan saat di belakang panggung Hitam Putih lewat Deddy
Corbuzier. (TB)