![]() |
Istimewa |
Toleransi
di kawasan ini terlihat sangat luar biasa. Bagaimana tidak, di areal Pura Hindu
megah ini terdapat juga tempat ibadah umat beragama lain yang diakui di
Indonesia mulai dari tempat ibadah umat Budha, Kong Hu Chu, Islam, Kristen,
hingga Katolik.
Adapun
bangunan pura ini bernama Pura Beji Ananthaboga. Lokasi pura ini
tersembunyi di lereng Gunung Raung di kawasan Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur.
Letaknya tersembunyi di tengah hutan pinus dan termasuk dalam wilayah Bagian
Kesatuan Pemangku Hutan (BKPH) Perhutani Glenmore, tepatnya di perbatasan Dusun
Selorejo, Desa Kaligondo.
Lokasi
petirtan Ananthaboga yang berada di tengah KPH Perhutani Banyuwangi Barat
sempat memunculkan keberatan dari pihak-pihak tertentu. Hasil musyawarah
memutuskan bahwa lokasi ini juga diperbolehkan bagi umat beragama lain. Oleh
sebab itu, Yayasan Lingga Dharma Putra didirikan berdasarkan Akta Pendirian
Nomor 70 Menkumham AHU-2930.AH.01.04 tahun 2013 untuk menaungi peribadatan di
tempat tersebut.
Dilansir
dari Inews.id, tempat ibadah ini dibangun menyatu dengan lingkungan alam
sekitar, yaitu hutan pinus dan bebatuan yang membentuk gumuk batu.
Pura
ini merupakan salah satu situs Rsi Markandeya yang terbentang dari Gumuk Payung
hingga Gumuk Kancil. Keunikan dari Pura Beji Ananthaboga adalah bergabungnya
Padmasana dengan Lembu Nandini atau disebut Padmasana Nandini sebagai simbol
dari Purusha dan Pradana yang menjadi satu kesatuan tidak terpisahkan. Padmasana
dan Lembu Nandini ini dibangun di atas gumuk batu. Ada dua petirtan di pura ini
dinamai Tirta Amerta dan Tirta Gedongan.
Tekait
dengan nama pura, Ananthaboga merupakan nama dari salah satu Sang Hyang Naga
Tiga, yaitu Sang Hyang Naga Ananthaboga, Sang Hyang Naga Basuki, dan Sang Hyang
Naga Taksaka dan ketiganya dipercaya membentuk pulau Bali. Secara
etimologi kata Anathaboga artinya makanan yang tidak akan habis namun dalam
mitologi Bali berarti seekor ular raksasa.
Di
pura ini terdapat mata air Beji yang biasa dipakai untuk ritual ruwatan. Berada
di pura ini akan terasa seperti berada di Bali.
Di
pura ini juga ada gua kecil yang memiliki pemandangan indah yang mirip dengan
taman buatan di Jepang. Letak gua ini hanya berjarak satu kilometer dari Pura
Ananthaboga. Untuk ke lokasi ini bisa melalui rute dari Kecamatan Genteng atau
Jalan Raya Jember menuju Glenmore.
Terkait
dengan berdirinya pura ini, dilansir dari situs Wikipedia, pada awal tahun
2011, umat Hindu di Pura Sandya Dharma, Dusun Selorejo, memperoleh taksu atau
pawisik yang turun pada situs purbakala lingga yoni yang terdapat di pura
tersebut.
Dengan
bantuan umat Hindu dari Bali, area tersebut dibuka dan selesai pada bulan Juli
2011. Piodalan pura beji ini adalah tanggal 7 Juli. Pura Sandya Dharma menjadi
sekretariat dari Pura Beji Ananthaboga.
Area
tempat Pura Beji Anathaboga dibangun memiliki lima belas mata air sehingga oleh
masyarakat sekitar disebut pancur sewu atau seribu pancuran dan tujuh di
antaranya berlokasi di sebelah barat.
Salah
satu mata air di sebelah barat mengeluarkan air yang meluap sehingga disebut
Tirta Mumbul dan telah dibangun pelinggih serta dijadikan sebagai tempat
petirtaan.
Padmasana
Nandini dibangun pada lokasi tertinggi di area Pura Beji Ananthaboga. Selain terletak
pada elevasi tanah tertinggi, Padmasana Nandini dibangun di atas sebuah gumuk
batu sehingga untuk mencapainya harus menaiki anak tangga.
Bangunan
Padmasana Nandini terdiri atas sebuah Padmasana berukuran besar dengan arca
lembu Nandini di bagian kakinya. Di selatan gumuk ini, pada elevasi tanah yang
lebih rendah, terdapat pohon beringin yang menaungi Pelinggih Siwa Budha.
Pelinggih
Siwa Budha berlokasi di bawah pohon beringin tua besar yang diperkirakan telah
berusia ratusan tahun. Bagian bawah pohon beringin membentuk rongga yang bisa
dimasuki satu orang untuk bermeditasi. Karena banyak umat yang bemeditasi di
tempat ini, pada area ini telah dibangun Bale Wantilan (gasebo) kecil.
Tiga
buah mata air di bawah Gumuk Padmasana Nandini dibangun menjadi Petirtan dan
Pelinggih Dewi Gangga. Lokasi ini sering digunakan sebagai tempat upacara
Mendak Tirta dan ruwatan oleh umat Hindu serta juga digunakan sebagai tempat
upacara oleh umat Kejawen.
Gumuk
Bedawang Nala merupakan sebuah gumuk batu dengan tumpukan menyerupai kura-kura
raksasa. Di sebelah tumpukan batu tersebut terdapat tempat duduk batu untuk
semadi. Umat Hindu menyakini adalah tempat Rsi Markandeya bersemedi.
Di
bawah Gumuk Bedawang Nala terdapat mata air yang bergabung dengan mata air yang
lain, yaitu mata air yang keluar dari bawah pohon beringin dan mata air di
depan Gumuk Ganesha. Lokasi menyatunya ketiga aliran mata air itu disebut
Campuhan Tiga.
Semenjak
menjadi lokasi tempat ibadah bagi beberapa agama, lokasi Gumuk Ganesha
dipindahkan di depan Petirtan lain yang digunakan sebagai tempat pembersihan
sebelum beribadah oleh umat Hindu.
Juga
ada pelinggih Lingga Yoni dibangun di atas gumuk batu dengan ketinggian 15
meter. Lokasi ini sering digunakan umat Kejawen untuk bermeditasi, terutama
pada tanggal 1 Suro. Pura
Beji Ananthaboga juga memiliki pelinggih untuk Wisnu, Brahma, Ibu Pertiwi, dan
Ratu Gede Dalem Ped sebagai Dewa Penjaga.
Lokasi
peribadatan umat Budha dan Konghucu berupa altar bagi Dewi Kwan Im yang
sebelumnya berada di sekitar pohon beringin besar. Proses relokasi altar, yang
dilakukan menurut tata cara Hindu, berlangsung cukup lama hingga akhirnya
diperoleh lokasi yang sesuai yaitu di salah satu petirtan Beji
Ananthaboga.
Pada
tahun 2014, seorang warga Bali menyumbang pembangunan patung Dewi Kwan Im, yang
sebelumnya berada di sekitar pohon beringin besar. Pembangunan berlanjut hingga
tahun 2015 sebelum tempat peribadatan agama lain dibangun.
Setelah
sebelumnya menjadi tempat peribadatan umat Hindu dan Budha (Konghucu), di dekat
pintu masuk pura juga dibangun surau bagi umat beragama Islam. Sebuah surau
kecil bagi umat Islam dibangun di dekat pintu masuk Beji Ananthaboga, di bawah
petirtan Dewi Gangga dan Dewi Kwam Im.
Sementara
itu, lokasi peribadatan bagi umat Katolik terletak di sisi timur Padmasana
Nandini, berupa bukit Maria Medali Wasiat, bukit Yesus, dan bukit Maria yang
memangku Yesus setelah disalib. Proses pemberkatan dihadiri oleh umat Katolik
dan Hindu pada tanggal 4 Juni 2016. Umat Katolik melakukan Misa setiap Hari
Minggu keempat setiap bulannya di tempat ini. (TB)