Mengenal 6 Tumpek, Lengkap Makna, Jenis, dan Perayaan dalam Tradisi Hindu Bali

Author:
Share

Dalam tradisi Hindu Bali, Tumpek adalah hari suci yang penuh makna, dirayakan sebagai bentuk penghormatan terhadap berbagai aspek kehidupan. Tumpek jatuh setiap Saniscara (Sabtu) Kliwon dalam kalender pawukon, yang berlangsung setiap 35 hari sekali.

Ada enam jenis Tumpek yang diperingati secara bergiliran, masing-masing dengan makna, waktu, serta tradisi berbeda. Kehadiran Tumpek tidak hanya bernilai religius, tetapi juga sarat dengan pesan moral, sosial, dan ekologis yang mengakar dalam kehidupan masyarakat Bali.

Tumpek Landep

Waktu Perayaan: Sabtu Kliwon Wuku Landep (setiap 210 hari sekali).

Makna: Tumpek Landep dipersembahkan kepada Sang Hyang Pasupati, manifestasi Tuhan yang memberi daya pada senjata, pusaka, serta benda berbahan logam. Makna ini kemudian berkembang, mengikuti perkembangan zaman, sehingga meluas pada alat modern seperti kendaraan, mesin, hingga komputer.

Tradisi: Kendaraan, keris, senjata tradisional, hingga mesin dihias dengan janur dan diberikan sesaji. Doa dipanjatkan agar alat tersebut selalu membawa keselamatan dan membantu kehidupan manusia. Filosofinya mengingatkan manusia untuk mempertajam pikiran, bukan sekadar benda.

BACA JUGA  Film Pendek “Purusa: Wedding Sacred” Karya Made Suniartika Tayang di Korea Selatan

Tumpek Uduh (Tumpek Wariga)

Waktu Perayaan: Sabtu Kliwon Wuku Wariga.

Makna: Dikenal juga sebagai hari penghormatan terhadap tumbuhan, pohon, dan segala sumber pangan. Umat Hindu Bali berterima kasih atas anugerah alam berupa kesuburan tanah dan hasil pertanian.

Tradisi: Pohon besar dan tanaman produktif dihaturkan sesaji. Ranting pohon kadang dihias dengan kain putih-kuning sebagai simbol kesucian. Doa dipanjatkan agar tumbuhan subur, memberi hasil, dan menjadi penopang kehidupan.

Tumpek Kuningan

Waktu Perayaan: Sepuluh hari setelah Hari Raya Galungan.

Makna: Hari ini merupakan momen melepas roh leluhur yang sebelumnya berkunjung pada Galungan. Sesaji khusus dipersembahkan sebagai bekal perjalanan mereka kembali ke alam niskala.

Tradisi: Umat memasang tamiang (lambang perlindungan) dan endongan (bekal perjalanan roh) di rumah maupun pura. Warna kuning mendominasi karena melambangkan kesucian, kemakmuran, dan cahaya kebenaran.

Tumpek Krulut

Waktu Perayaan: Sabtu Kliwon Wuku Krulut.

Makna: Tumpek ini dipersembahkan untuk seni suara, khususnya gamelan dan instrumen musik tradisional Bali. Filosofinya adalah menjaga keharmonisan hidup, baik secara spiritual maupun sosial.

BACA JUGA  Anggar Kasih di Bali, Rahinan Kasih yang Menyucikan Batin dan Alam, Lengkap Makna hingga Banten

Tradisi: Gamelan dan instrumen lain diberikan sesaji berupa bunga, canang, serta tirta. Doa dipanjatkan agar kesenian tetap hidup, lestari, dan mampu memberikan kedamaian bagi umat manusia.

Tumpek Kandang (Tumpek Uye)

Waktu Perayaan: Sabtu Kliwon Wuku Uye.

Makna: Hari ini adalah wujud penghormatan kepada hewan, baik yang dipelihara maupun ternak, karena mereka membantu kehidupan manusia.

Tradisi: Hewan ternak seperti sapi, kerbau, babi, ayam, bahkan anjing diberi sesaji khusus. Ada yang dihias dengan kain atau bunga, sebagai tanda kasih dan syukur. Maknanya mengingatkan manusia untuk memperlakukan hewan dengan baik dan penuh welas asih.

Tumpek Wayang

Waktu Perayaan: Sabtu Kliwon Wuku Wayang.

Makna: Tumpek Wayang berhubungan erat dengan seni pertunjukan wayang kulit dan diyakini memiliki kekuatan spiritual khusus. Hari ini dianggap penting dalam kalender Bali.

Tradisi: Para dalang melakukan upacara penyucian wayang dan peralatan pentas. Bayi yang lahir tepat pada Tumpek Wayang biasanya menjalani upacara Sapuh Leger untuk menolak bala dan membersihkan diri secara spiritual. Wayang sebagai media dakwah Hindu juga dimuliakan dalam perayaan ini.

BACA JUGA  Mesabat-sabatan Biu, Tradisi Perang Pisang yang Unik di Desa Tenganan Karangasem

Makna Filosofis Tumpek

Setiap Tumpek mengandung filosofi mendalam yang selaras dengan ajaran Tri Hita Karana, yaitu keseimbangan hubungan manusia dengan Tuhan (Parahyangan), dengan sesama manusia (Pawongan), dan dengan alam (Palemahan). Dengan merayakan enam Tumpek, masyarakat Bali tidak hanya melestarikan tradisi, tetapi juga menjaga keharmonisan hidup dalam segala aspek.

Parahyangan: Melalui doa dan persembahan, manusia memperkuat hubungan spiritual dengan Tuhan.

Pawongan: Tumpek Krulut menekankan pentingnya keharmonisan sosial melalui seni.

Palemahan: Tumpek Uduh dan Tumpek Kandang mengajarkan kepedulian terhadap alam dan hewan.

Selain nilai religius, Tumpek juga sarat pesan sosial dan ekologis. Misalnya, Tumpek Uduh mengingatkan agar manusia menjaga lingkungan dan tidak sembarangan menebang pohon. Tumpek Kandang menekankan pentingnya memperlakukan hewan dengan penuh kasih sayang, sementara Tumpek Landep memberi pelajaran agar manusia tidak bergantung buta pada teknologi, tetapi menggunakan akal budi dengan bijak. (TB)

   

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!