Unik! Umat Muslim Berdoa Saat Bulan Safar di Pura Hindu di Bali, Bagaimana Awal Mulanya?

Author:
Share
Ist

Ada
banyak hal unik yang ada di Bali. Dimana umat Hindu dan Islam akan sama-sama
berdoa di pura Hindu. Hal ini terjadi di Karangasem Bali. Pura ini berada di
Desa Seraya, Kecamatan Karangasem, Kabupaten Karangasem dan berada di sebuah
bukit yang diberi nama Bukit Tabuan. Pura ini bernama Bhur Bwah Swah.

Daerah
yang agak terpencil dari hiruk pikuk kota ini dihuni oleh sebagian umat Hindu
dan Islam yang telah membaur sejak abad ke-16 Masehi. Walaupun berbeda
keyakinan, mereka terlihat seperti bersaudara, dan tak pernah berselisih satu
sama lain. 

Kondisi
tersebut tercermin dari acara yang dilakukan secara bersama dan bergiliran
dalam satu lokasi yang dianggap memiliki nilai kesakralan oleh seluruh warga di
sana, baik yang Hindu maupun Islam.

“Kita
semua sudah seperti saudara. Kita ada di sini sejak dipindahkan dari Yeh Kali
oleh Anak Agung Ngurah Karangasem (Raja Karangasem). Mungkin sekitar abad 16,”
kata tokoh Desa Dinas Bukit Tabuan, Burhanuddin, Rabu 17 Desember 2014 dilansir
dari Tribun Bali.

Suasana
persaudaraan antara umat Hindu dan Islam di Bukit Tabuan yang mengikat mereka
sejak beberapa abad tercermin dari gelar ritual yang dilakukan di waktu yang
hampir bersamaan di lokasi yang sama. Bertepatan dengan jatuhnya Hari Raya
Galungan, sebagian umat Islam di Bukit Tabuan juga melakukan tradisi Shafaran
yang dilakukan setiap tahun sekali, atau tepatnya pada akhir bulan Shafar
(menurut kalender Islam), yang jatuh pada pertengahan Desember.

Sebelum
melakukan ritual, dua warga yang memiliki keyakinan berbeda terlihat membaur
menjadi satu di lokasi yang sama, karena lokasi tersebut dianggap memiliki
kesakralan bagi mereka bersama. Tempat tersebut bernama Prasasti Pesantren
Buar–Buaran, dan kini berubah nama menjadi Pura Bhur Loka atau Pura
Buar–Buaran.

Ratusan
orang yang berbeda keyakinan terlihat duduk secara bersama di Pura Bhur Loka,
untuk melakukan ritual menurut kepercayaannya. Umat Hindu terlihat menggunakan
pakaian adat khas Bali untuk persembahyangan Hari Raya Galungan, sedangkan umat
Islam menggunakan pakaian yang pada umumnya biasa dikenakan kaum muslim
lainnya, yakni peci, sarung, serta baju koko.

Sebelum
upacara persembahyangan Galungan digelar oleh umat Hindu, sebagian umat Islam
diberi kesempatan untuk melakukan ritual terlebih dahulu. Lantunan ayat
Al-quran terdengar dari sekitar Pura Bhur Loka, dan beberapa umat Islam juga
terlihat menebarkan kembang di Prasasti tersebut.

Saat
ritual umat Islam digelar, beberapa pemangku dan pemedek Hindu juga terlihat
mendampingi di pinggir. Begitu juga nanti sebaliknya. Usai ritual tersebut,
acara dilanjutkan oleh umat Hindu Desa Bukit Tabuan. Mereka melakukan
persembahyangan secara bersama untuk memperingati Hari Raya Galungan, dan
dilanjutkan nunas tirta yang dipercikkan para pemangku.

Ritual
antara umat Hindu dan Islam di Pura Bhur Lokha ditutup dengan penyerahan
sesajen antara dua tokoh. ”Ini adalah momen yang paling bahagia. Ini baru
pertama kami menggelar upacara secara bersama di tempat ini (Pura Bhor Lokha),”
kata, Hasan Basri.

Menurut
Bandesa Adat Seraya saat itu, I Nyoman Matal, ikatan persaudaraan umat Hindu
dan Islam di Desa Dinas Bukit Tabuan telah terjalin sejak dulu. Tali
persaudaraan itu diikat oleh sebuah prasasti yang merupakan warisan dari
leluhur bersama mereka.

Ia
menambahkan, mereka umat Hindu dan Islam di Bukit Tabuan kadang menyampaikan
rasa syukurnya di Prasasti. 
Sementara
itu, dilansir dari Aswajadewata.com, umat Muslim Bukit Tabuan melaksanakan doa
bersama dengan melantunkan sholawat Nabi diiringi kesenian hadrah di area Pura
itu.

Sejarah
awal mula kegiatan keagamaan (tradisi masyarakat) yang dilaksanakan oleh umat
Islam di pura yang nota bene milik ummat Hindu itu, adalah bermula dari sejarah
awal masuknya Agama Islam di Karangasem, khususnya di wilayah Banjar Bukit
Tabuan.

Ritual
semacam ini secara historis sudah berjalan beberapa tahun belakangan ini. Di
mana umat Islam selalu berdoa di pura pada setiap bulan Safar yang diistilahkan
dengan Safaran atau Nyafar. Biasanya dilaksanakan setiap tahun di hari Rabu
terakhir di bulan Safar (Rabu Pungkasan istilah Jawa).

Sebagaimana
sebagian besar umat Islam di Kabupaten Karangasem juga melaksanakan doa yang
sama di tempat yang lain pada saat yang sama baik di setiap masjid, mushalla
maupun juga biasanya di pinggiran sungai. Jika di daerah lain, ada yang
dilaksanakan di pinggiran pantai sebelum mereka mandi safar sebagai tradisi
yang diwariskan secara turun temurun dengan tujuan utama adalah mohon keselamatan
kepada Allah dari segala bencana dan musibah.

Namun
yang sedikit unik adalah kegiatan safaran umat Islam di wilayah kampung Bukit
Tabuan Karangasem ini, di mana masyarakat setempat justru berdoa di areal
sebuah Pura yang notabene adalah tempat ibadah bagi umat Hindu. Semua itu tidak
lepas dari sejarah awal mula masuknya agama Islam di wilayah Kampung Bukit
Tabuan. (TB)

 

   

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!