![]() |
Sumber; gramho.com |
Dahulu, Bali pernah diterjang wabah penyakit mematikan
dan mengerikan. Wabah mengerikan tersebut kemudian dikenal dengan gerubug bah
bedeg. Gerubug memiliki arti wabah yang menelan kematian mendadak dan serempak
dalam waktu yang cepat.
Istilah gerubug juga termuat dalam lontar-lontar Bali
antara lain Lontar Usada buduh, Lontar Usada Rarae, Lontar Usada kacacar, Lontar
Usada Tuju, Lontar Usada Paneseb, Usada Dalem, Usada Ila, Usada bebai, Usada
Ceraken Tingkeb, Usada Tiwang, Usada Darmosada, Usada Uda, Usada Indrani, Usada
Kalimosada, Usada Kamarus, Usada Kuranta Bolong, Usada Mala, Usada Rukmini
Tatwa, Usada Smaratura, Usada Upas, Usada Yeh, Usada Buda Kecapi, Usada Cukil
Daki, Usada Kuda, Usada Pamugpug, dan Usada Pamugpugan, dan lontar lainnya.
Bahkan menurut budayawan Bali, Sugi Lanus, ada ratusan
penyakit atau gering yang pernah menimpa Bali. “Lontar-lontar ini adalah
bukti kalau Bali pernah terpapar berbagai wabah. Salah satunya yang sangat
ditakuti adalah gerubug,” katanya.
Gerubug ini pun kemudian melahirkan beberapa tradisi
maupun tarian salah satunya ada di Desa Dukuh Penaban, Karangasem, Bali. Adapun
tarian ini bernama tarian Canglongleng yang mengisahkan saat Dukuh Penaban
mengalami gerubug.
Para penari mengenakan busana poleng atau hitam putih sambil
bersorak ‘aahh iiihhh uuuhhh.’ yang disertai upacara pecaruan. Setelah itu
dilakukan gerubug pun hilang. “Bendesa Dukuh Penaban menyebutkan tarian itu
sampai saat ini selalu ditarikan setiap ada upacara atau aci di Pura Puseh Desa
Dukuh Penaban,” kata Sugi Lanus.
Salah satu gerubug yang pernah terjadi di Bali tercatat
dalam Geguritan Jayaprana. Disebutkan dalam geguritan ini, wabah tersebut menghancurkan
kehidupan di masa lalu yang berlokasi di Desa Kalianget, Kecamatan Seririt,
Buleleng.
Dan tak jauh dari Kalianget, ada juga Desa Sidatapa yang punya
kenangan tentang wabah yang menghancurkan desanya. “Mereka menyebutnya sebagai
Gering Gerubug Bah Bedeg. Menurut cerita orang-orang tua ada wabah besar
terjadi di desa Sidatapa. Secara temurun dikisahkan dahulunya desa Sidatapa
bernama desa Gunung Sari. Cikal-bakalnya ada kelompok keluarga yang
terpisah-pisah tinggal di kawasan pedusunan Leked, Kunyit, dan Sengkarung.
Ketiganya ini bergabung membentuk desa. Dinamakan Desa Gunug Sari,” tuturnya.
Tak hanya penduduk Sidatapa, beberapa desa terdekat
seperti Desa Pedawa, Desa Banjarasem, dan Desa Kalisada, juga mengenal gerubug yang
dinamai dengan Gering Bah Bedeg. Masyarakat desa Julah termasuk Sembiran, Kecamatan
Tejakula, punya kisah mendalam tanaman gerubug, sakit gede, bah bedeg dan
gering agung.
Jika penduduknya keluar desa, mereka membawa daun intaran
atau mimba (Azadirachta indica). “Menurut sejarahnya daun ini menyelamatkan
masyarakat Julah dari gerubug. Intaran (Mimba) menjadi tanaman yang wajib ada
di setiap rumah masyarakat. Tanaman ini di Julah sangat disakralkan, karena
jasa menyelamatkan leluhurnya, dan khasiatnya sampai sekarang terbukti
menyembuhkan berbagai penyakit. Intaran terus dipakai sampai saat ini sebagi
sarana upacara seperti tepung tawar. Bisa juga daunnya diusapkan di tangan
untuk mematikan bakteri,” katanya. (TB)