Ada Ngaben Tak Biasa di Desa Adat Bedha Tabanan, Namanya Ngaben Tikus

Author:
Share
ist.

Jika
mendengar kata ngaben, maka yang tersirat dalam benak kita adalah prosesi
pembakaran jenzah manusia yang sudah meninggal di Bali. Namun, ada ngaben tak
biasa yang ada di beberapa daerah di Bali. Ngaben tersebut bernama ngaben bikul
atau ngaben tikus.

Ngaben
tikus ini biasanya dilaksanakan di beberapa daerah di Kabupaten Badung dan
Tabanan. Sebenarnya ngaben tikus ini merupakan salah satu jenis upacara nangluk
merana. Dilansir dari website Kemdikbud.go.id disebutkan tujuan dari upacara
Ngaben Tikus yakni untuk mengusir hama tikus.

Disamping
itu juga untuk mengembalikan roh tikus yang telah mati ke alamnya dan jika
ditakdirkan terlahir kembali maka tidak lagi menjadi hama perusak sawah petani.

Salah
satu daerah yang menggelar ngaben bikul ini yakni Desa Adat Bedha, Tabanan,
Bali. 
Di
wilayah ini, ngaben bikul ini sudah menjadi tradisi yang digelar secara
turun-temurun. Diyakini, dengan melakukan upacara ini akan membersihkan atau
mengembalikan atman bikul ke asalnya yakni Brahman itu sendiri. Selain itu,
juga diiringi dengan harapan agar bikul ini tak merusak padi milik petani di kawasan
Subak Desa Adat Bedha, Tabanan.

Meskipun
bernama ngaben, akan tetapi ngaben bikul ini bukan merupakan acara Pitra Yadnya
atau upacara untuk leluhur, akan tetapi merupakan upacara Bhuta Yadnya atau
upacara untuk Bhuta Kala.

Adapun
ngaben bikul dilaksanakan hanya sampai ngayud saja, dan tidak seperti ngaben
untuk jenazah manusia yang dilanjutkan dengan upacara ngerorasin, memukur
hingga ngelinggihan di kemulan.

Upacara
ngaben bikul di Desa Adat Bedha ini sudah ada sejak tahun 1965. Bahkan perihal
ngaben ini sudah termuat dalam lontar Perimpon Bali. Ngaben bikul di sini
dilakukan untuk menanggulangi hama tikus, hama werwng hingga virus pada tanaman
padi.

Adapun
rangkaian dari ngaben bikul ini hampir sama dengan ngaben untuk manusia. Pertama,
tikus dibawa oleh masing-masing subak tempek di Desa Adat Bedha. Di sini
terdapat 6 subak tempek. Tikus tersebut diambil secara langsung oleh petani
dari lahan pertanian yang terserang hama. 
Selanjutnya
tikus-tikus tersebut dikumpulkan dan disucikan. Kemudian dimandikan atau
diringkes.

Ngaben
bikul mengandung nilai kearifan lokal dan juga nilai filosofi yang
menyangkut aspek-aspek penting dalam kehidupan manusia. Yang pertama dapat kita
lihat dari aspek lingkungan, pelaksanaan ngaben bikul ini berdasarkan
pandangan masyarakat Bali bertujuan untuk membersihkan hama tanaman dan juga
menghilangkan pengaruh-pengaruh buruk dari aspek niskala, apabila kita cermati
lebih jauh tradisi ini tentunya sangat membantu dalam hal menjaga keseimbangan
ekosistem persawahan, apabila hama tikus tidak dimusnahkan maka akan berakibat
buruk terhadap tanaman padi, sehingga populasi tikus bertambah dan populasi
tanaman padi semakin berkurang.

Selain
itu pertanian yang cenderung mengarah ke proses moderenisasi seperti penggunaan
pestisida, padahal penggunaan pestisida untuk menanggulangi hama seperti tikus
sangat berbahaya. Karena selain mencemari lingkungan juga dapat menjadi residu
yang dapat membahayakan petani itu sendiri. Maka tradisi ini merupakan salah
satu solusi mencegah hama tikus tanpa harus merusak lingkungan dan sekaligus
tetap menjaga tradisi leluhur masyarakat Bali.

Jika
ditinjau dari aspek sosial tradisi Ngaben bikul ini dapat
meningkatkan hubungan antara masyarakat yang berada di sekitar areal persawahan,
misalnya dapat dilihat dari sebelum upacara dilaksanakan masyarakat secara
bersama-sama memburu tikus-tikus di sekitar persawahan mereka, kemudian secara
bergotong royong membuat bade dan sarana upacara lainnya.

Hal
ini tentu saja sangat berpengaruh terhadap kehidupan sosial masyarakat karena
antara masyarakat satu dengan lainnya terjadi interaksi yang lebih dari
kehidupan sehari-harinya akibat dari pelaksanaan upacara Ngaben bikul ini.
Selain itu masyarakat yang masih melaksanakan tradisi ini tentu akan
mengikutsertakan generasi-generasi penerus mereka untuk ikut berpartisipasi
dalam upakara ini. Sehingga nantinya tradisi ini dapat diteruskan secara turun
temurun. (TB)

   

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!