Apa dan Bagaimana Mempersembahkan Yadnya Sesa?

Author:
Share

Dalam
agama Hindu utamanya di Bali ada dua jenis upacara atau pelaksanaan yadnya
dilihat dari waktu pelaksanaannya. Pertama ada naimitika karma, merupakan
yadnya yang dilaksanakan sewaktu-waktu tertentu seperti Galungan yang
dilaksanakan berdasarkan wuku atau Siwa Ratri berdasarkan sasih. Kedua ada
nitya karma atau yadnya yang dilaksanakan setiap hari. Salah satu jenis yadnya
yang dilaksanakan setiap hari yakni yadnya sesa.
Secara
sederhana masyarakat di Bali memehami yadnya sesa ini sebagai persembahan yang
dilaksanakan sesudah memasak dan sebelum makan. Di beberapa tempat di Bali
yadnya sesa juga disebut dengan mebanten atau mesaiban.
Dalam
pelaksanaanya biasanya dengan menggunakan alas sepotong daun pisang yang
dibentuk segi empat atau ada juga yang menggunakan alas lainnya. Di atas alas
tersebut diisi sejumput nasi dengan lauk garam, sayur, kacang, saur, ataupun
gerang (ikan asin).
Dikutip
dari website PHDI disebutkan yadnya sesa ini disejajarkan dengan rayunan, sodaan, maupun ajuman
yang memiliki makna persembahan berupa makanan. “Umat Hindu meyakini bahwa
apa yang diterimanya bersumber dari Hyang Widhi oleh karenanya kita punya
kewajiban mensyukuri kembali dengan menghaturkannya. Bhagawadgita menyebutkan
Tuhan menciptakan semesta berkat yadnya oleh karenanya sudah menjadi
kewajiban kita untuk beryadnya,” tulisnya dalam website tersebut.
Putu
Setia nama welaka Ida Pandita Mpu Jaya Prema Ananda mengatakan yadnya sesa
sebagai ritual kecil-kecilan yang dilakukan setelah selesai memasak di dapur.
Filosofinya adalah umat hindu wajib menghaturkan apa yang bisa dimakan kepada
Hyang Widhi, sebelum dirinya sendiri yang memakan makanan itu.
Ia
mengatakan rujukan ini ada dalam berbagai kitab suci, antara lain, Bhagawadgita.
Persembahkanlah makanan itu terlebih dahulu kepadaNya, dan setelah diberkati
barulah kita memakannya. “Dengan demikian,Yadnya Sesa sebenarnya bukan
untuk Bhuta Kala,” tulis Putu Setia dalam Mendebat Bali.
Lebih
lanjut dalam website PHDI dituliskan saat akan melakukan yadnya sesa juga
disiapkan tirta atau air suci dan dupa. Sementara yang disuguhkan merupakan
nasi dan lauk yang sukla sebagai wujud ungkapan terima kasih atas limpahan dan
karunia-Nya.
Saat
menghaturkan yadnya sesa atau saiban, seseorang harus melakukan suci laksana. Yang
dimaksud suci laksana yakni perbuatan, perkataan, tubuh dan pikiran yang suci
dan bersih. Sehingga diharapkan setidaknya mandi sebelum menghaturkan saiban.
Juga menggunakan busana adat ringan atau minimal pakaian sopan, menggunakan selendang.
Saiban
ini dihaturkan pada tempat yang menjadi sumber kehidupan seperti dapur, tempat
beras, halaman rumah, maupun sumur dan dihaturkan bersamaan dengan dupa sebagai
saksi. Ayaban tangan saat menghaturkan mengarah keluar, juga dengan memercikkan
tirta.



Doa atau mantra di palinggih leluhur yakni Om buktyantupitara dewam,
bukti mukti wara swadah, Ang Ah
. Untuk Para Dewata mantranya Om Dewa Amukti,
Sukham bhawantu, Purnam Bhawantu, Sriyam Bhawantu, nama namah swaha
. Jika di
halaman, ditujukan kepada para Bhuta Kala doanya Om sarwabhuta pratebhyah swaha.
Dosen
STAH Dharma Nusantara, AA Gede Raka Mas dalam Makna Yadnya Sesa bagi Kehidupan Keseharian
Umat Hindu
(Skripsi Endah Humaidah, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) mengatakan
tujuan yadnya sesa merupakan latihan spiritual pertama menuju sadhana atau
bakti kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Raka juga mengatakan yadnya sesa ini
berkaitan erat dengan konsep Tri Hita Karana dan Catur Asrama.
Menurutnya ada
dua tahapan yang dicapai dalam yadnya sesa. Pertama tahap filosofis yaitu
kepada Tuhan dan kedua kepada lingkungan. “Lingkungan ini sangat luas
sekali karena Yadnya Sesa dapat dimanfaatkan begitu ditaruh, maka kemungkinan
burung yang akan makan atau semut, atau ayam, atau apa saja,” kata Raka. (TB)

   

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!