Asal-usul Gunung Agung Bali, Dikirim dari Jawa untuk Menstabilkan Bali Oleh Hyang Pasupati

Author:
Share
Sumber: pixabay.com

Gunung
Agung merupakan gunung tertinggi di pulau Bali. Gunung ini
memiliki ketinggian 3.142 meter di atas permukaan laut. Lokasi ini berada
di kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem, Bali. 

Ada
kisah menarik tentang terciptanya Gunung Agung ini. Konon gunung ini merupakan
potongan dari Gunung Semeru di Jawa yang dikirim ke Bali. Salah seorang
peneliti asing David J. Stuart Fox dalam bukunya Pura Besakih; Pura, Agama, dan
Masyarakat Bali merujuk Babad Pasek terkait dengan asal-usul Gunung Agung.

Babad
Pasek ini merupakan babad yang disalin ulang oleh I Ketut Sengod pada tahun 1987.
Babad ini bersumber dari lontar tua di Desa Pidpid, Karangasem.

Dalam
babad itu, dijelaskan ada 4 gunung yang ditempatkan di Bali oleh Hyang
Pasupati, mahadewa yang tinggal di Gunung Semeru. Sang Hyang Pasupati
menempatkan 4 gunung di 4 penjuru Nusa Bali: Di Timur ada Gunung Lempuyang, di
Selatan ada Gunung Andhakasa, di Barat ada Gunung Watukaru, dan Gunung Bratan
menempati sisi utara.

Tetapi
di tengah tak ada pasak yang membuat pulau ini stabil. Karena itu pula, pulau
Bali seperti perahu di tengah lautan dan terombang-ambing. Agar pulau Bali bisa
diam di tempatnya, Hyang Pasupati memotong puncak Mahameru dan membawanya ke
Bali. Gunung inilah yang digunakan sebagai pasak untuk membuat Bali tak terombang-ambing
lagi. Patahan gunung Semeru ini kemudian diberi nama Tolangkir dan sekarang
dikenal sebagai Gunung Agung.

Sementara itu situs bali.suara.com melansir sejarah Gunung Agung dari lontar Raja
Purana Sesana. Dalam lontar tersebut disebutkan suatu ketika Dewa Hyang
Pasupati mencabut Puncak Gunung Mahameru di India. Ia kemudian menaruhnya
di Pulau Jawa agar Jawa Dwipa menjadi stabil.

Puncak
Gunung Mahameru yang diambil itu dan diletakkan di tanah Jawa lalu diberi nama
Gunung Semeru. Kini yang dikenal sebagai gunung tertinggi di Jawa.

Konon
saat itu Bali Dwipa keadaannya juga tidak stabil ibarat perahu tanpa
nahkoda, goyang tidak tentu arah. Pada saat itu di Bali Dwipa hanya terdapat
Gunung Lempuyang di bagian Timur, Gunung Andakasa di sebelah Selatan, Gunung
Batukaru di tepi Barat, dan di posisi Utara ada Gunung Pucak Mangu.

Melihat
kondisi yang demikian ini, Dewa Pasupati kemudian memerintahkan para dewa untuk
memindahkan pucak semeru ke Bali Dwipa agar wilayah ini menjadi stabil. Gunung
Semeru lalu diangkat dan di taruh di punggung Bedawang Nala. Naga Ananta
Boga, Naga Taksaka, dan Naga Basuki, lalu mengikat punggungnya gunung
sehingga puncak Gunung Semeru berhasil diterbangkan ke Bali Dwipa.

Pada
saat di terbangkan ke Bali Dwipa ketika akan diturunkan sempat ada bongkahan
kecil gunung yang terjatuh. Bongkahan yang dimaksud menjadi Gunug Batur.
Akhirnya puncak Gunung Semeru ditempatkan di bagian Tumur Bali Dwipa diberi
nama Gunung Tohlangkir yang kini terkenal dengan nama Gunung Agung.

Setelah
Gunung Tohlangkir berdiri gagah, maka keadaan Bali Dwipa menjadi stabil. Dewa
Pasupati di Semeru kemudian memerintahkan 3 orang putranya untuk beristana di
Bali Dwipa. Putranya adalah Hyang Gnijaya ditugaskan beristana di Gunung
Lempuyang, Hyang Putranjaya beristana di Gunung Agung, dan Dewi Danuh beristana
di Gunung Batur.

Masyarakat Hindu Bali
percaya bahwa Gunung Agung adalah tempat bersemayamnya dewa-dewa, dan juga
masyarakat mempercayai bahwa di gunung ini terdapat istana dewata. Oleh karena
itu, masyarakat Bali menjadikan tempat ini sebagai tempat kramat yang
disucikan. 

Pura
Besakih yang berada di kaki Gunung Agung juga luput dari aliran lahar
letusan Gunung Agung yang terjadi pada tahun 1963. Masyarakat percaya bahwa
letusan Gunung Agung pada tahun 1963 merupakan peringatan dari Dewata.

Dalam
catatan sejarah, Pura Besakih dan Gunung Agung menjadi fondasi awal terciptanya
masyarakat Bali. Mengutip buku Custodian of the Sacred Mountains: Budaya
dan Masyarakat di Pulau Bali karya Thomas A Reuter, menuturkan bahwa Maharsi
Markandeya adalah orang pertama yang memimpin pelarian Majapahit ke Bali, baru
berhasil menetap di Bali datang ke kaki Gunung Agung. Sebelumnya, gelombang
eksodus yang dipimpin Markandeya berjumlah 800 orang seluruhnya tewas akibat
wabah penyakit.

Sementara
itu dilansir dari kompas.com, disebutkan jika Gunung Agung diangggap bagian
Gunung Mahameru. Menurut kisah zaman dulu, ketika Mahameru diangkat oleh para
dewa ke sini, tiga potong gumpalan tanahnya jatuh.

Satu
jatuh di kawasan Jawa berubah menjadi Gunung Semeru, kedua jatuh di Bali
membentuk Gunung Agung, dan ketiga jatuh di Pulau Lombok menjadi Gunung
Rinjani. Oleh karena itu, ketiga gunung itu masih bersaudara.

Dikutip dari
jurnalth.pusair-pu.go.id, Gunung Agung merupakan gunung berapi jenis Stratovolcano
yaitu gunung berapi yang mempunyai bentuk khas mengerucut dengan kubah lava di
atas nya dan memiliki material penyusun yang berlapis antara lava,
piroklastik, dan abu vulkanik. (
TB)



   

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!