Buda Wage Langkir, Ini Makna dan Persembahannya, Tidak Boleh Bayar Hutang?

Author:
Share

Dalam tradisi Hindu Bali, kalender pawukon memegang peranan penting dalam menentukan waktu pelaksanaan berbagai hari suci.

Salah satu hari raya yang memiliki makna spiritual mendalam adalah Buda Wage Langkir, yang jatuh setiap 210 hari sekali, tepatnya ketika bertemunya hari Rabu (Buda) dengan Wage pada wuku Langkir.

Hari ini juga dikenal sebagai Buda Cemeng Langkir, dan dianggap sebagai momen pemujaan terhadap Bhatara Rambut Sedana, simbol kemakmuran dan kesejahteraan.

Upacara ini dilaksanakan di berbagai tempat suci, mulai dari merajan keluarga, toko milik pribadi, hingga pura-pura khayangan desa maupun jagat.

BACA JUGA  Kadek Amo, Seorang Nelayan Hilang Saat Mancing di Perairan Perancak Jembrana

Tak hanya di pura, masyarakat juga kerap menghaturkan persembahan langsung di tempat penyimpanan uang, sebagai wujud rasa syukur atas rejeki yang telah diterima.

Menurut naskah Lontar Sundarigama, Buda Wage Langkir melambangkan momen untuk menyucikan pikiran dan melepaskan diri dari keterikatan duniawi, terutama nafsu terhadap materi.

Dalam lontar tersebut disebutkan bahwa hari ini merupakan waktu turunnya Sang Hyang Omkara Amrta, simbol kehadiran energi suci kehidupan dari alam niskala ke alam sekala (dunia nyata).

BACA JUGA  Sosok Gde Sumarjaya Linggih, Pengusaha Sukses dan Politisi Senior yang Jadi Anggota DPR RI 5 Periode

Pemujaan dilakukan dengan sarana yang harum (wangi-wangian), dan tempat sembahyang bisa berupa sanggar atau tempat tidur, sebagai simbol ruang pribadi untuk renungan.

Inti dari perayaan ini bukan sekadar upacara fisik, melainkan penyucian batin dan perenungan spiritual di malam harinya.

Secara tradisi, masyarakat Bali dianjurkan tidak melakukan transaksi keuangan pada hari ini.

Artinya, kegiatan seperti membayar atau menagih utang, bahkan menabung, sebaiknya dihindari.

Meskipun di era modern praktik ini sulit dilaksanakan sepenuhnya, namun esensinya tetap relevan: mengajarkan manusia untuk mengendalikan keinginan dan tidak menjadikan uang sebagai pusat kehidupan.

BACA JUGA  Ketua PHDI Bali Nyoman Kenak Dorong Sinergi Polri dengan Pecalang Demi Keamanan Bali

Hari ini mengajak kita menyadari bahwa kemakmuran sejati bukan hanya soal materi, tapi juga ketenangan batin dan keharmonisan hidup.

Uang memang penting, tetapi di atas segalanya, ada kekuatan Tuhan yang mengatur rejeki dan kehidupan umat manusia.

Dengan demikian, Buda Wage Langkir bukan hanya sekadar hari suci dalam kalender pawukon, tetapi juga merupakan pengingat spiritual untuk selalu hidup dalam kesadaran, keseimbangan, dan pengendalian diri. (TB)

Sumber gambar: pixabay.com

   

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!