Dalam ajaran Hindu, setiap tindakan, terlebih yang berkaitan dengan kehidupan makhluk lain, selalu dilandasi oleh kesucian niat dan penghormatan terhadap ciptaan Tuhan.
Salah satu bentuk praktik sakral tersebut adalah pemotongan hewan dalam upacara yadnya atau kurban suci.
Tindakan ini bukan sekadar penyembelihan, melainkan bagian dari persembahan suci kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang harus dilakukan dengan penuh kesadaran spiritual.
Sebelum proses pemotongan dilakukan, biasanya dipanjatkan doa atau mantra khusus untuk menyucikan hewan yang akan dikurbankan, serta memohon restu agar roh hewan tersebut dapat mencapai kebahagiaan di alam kelahiran selanjutnya.
Berikut adalah salah satu mantra yang digunakan dalam konteks tersebut:
Mantra Menotong Hewan:
Oṁ pasu pasāya wimahe sirascadaya dhimahi, tano jiwah pracodayat.
Artinya:
Oṁ, Semoga atas perkenan dan berkah-Mu, para pemotong hewan dalam upacara kurban suci ini beserta mereka yang telah berdana punia untuk yadnya ini memperoleh kesejahteraan dan kebahagiaan. Sang Hyang Widhi Wasa, hamba memotong hewan ini, semoga rohnya menjadi suci.
Mantra ini mengandung makna mendalam, bahwa pemotongan hewan tidak dilakukan dengan niat kekerasan, melainkan sebagai bagian dari kewajiban dharma dalam pelaksanaan yadnya.
Doa ini juga mencerminkan permohonan maaf dan penghormatan kepada hewan yang dikurbankan, dengan harapan agar roh hewan tersebut dapat disucikan dan mencapai kedamaian.
Pemotongan hewan dalam yadnya bukanlah praktik sembarangan, melainkan bagian dari sistem spiritual yang telah diwariskan secara turun-temurun.
Oleh karena itu, selain dilandasi mantra dan doa, proses ini juga dilakukan oleh orang yang memiliki wewenang secara adat dan spiritual.
Dengan menyertakan doa ini, umat Hindu diajak untuk selalu menjaga kesadaran bahwa setiap bentuk kehidupan adalah bagian dari manifestasi Tuhan.
Maka, setiap tindakan terhadap makhluk hidup harus senantiasa dibarengi dengan rasa hormat, kasih, dan permohonan suci. (TB)