Ini Sosok Tjokorda Gde Raka Soekawati, Presiden Pertama dari Bali

Author:
Sumber: id.wikipedia.org

Tjokorda Gde
Raka Soekawati lahir di Ubud, Gianyar, Bali pada 15 Januari 1899. Ia meninggal
tahun 1967. Sukawati adalah satu-satunya Presiden Negara Indonesia Timur atau
NIT. Ia menjabat dari tahun 1946 hingga pembubaran Negara Indonesia Timur pada
1950. 

Gelarnya
yakni Tjokorda Gde, menandai bahwa Soekawati memiliki kasta ksatria.

Ia memiliki
dua orang istri, yang pertama adalah orang Bali yaitu, Gusti Agung Niang Putu
yang memberikan seorang putra yang bernama Tjokorda Ngurah Wim Sukawati. Pada
tahun 1933, ia menikahi seorang perempuan Prancis bernama Gilbert Vincent[2],
yang memberikannya dua orang anak

NIT adalah
negara federal terbesar di Indonesia. Dikutip dari tirto.id NIT dibentuk
setelah Konferensi Malino 16 hingga 22 Juli 1946 dan Koferensi Denpasar dari 7
hingga 24 Desember 1946. 

Tujuan
pertemuan itu tak lain adalah membahas pembangunan Negara tersendiri, seperti
ditawarkan oleh Belanda. Semula negara ini akan dinamai negara Timur Besar,
namun diganti menjadi Negara Indonesia Timur pada 27 Desember 1946.

NIT terdiri
dari 13 daerah otonomi yaitu Sulawesi Selatan, Minahasa, Kepulauan Sangihe
Talaud, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Bali, Lombok, Sumbawa, Flores, Sumba,
Timor dan Kepulauan, Maluku Selatan dan Maluku Utara. 

Berdasarkan
Konferensi Denpasar, wilayah NIT meliputi keresidenan yang termaktub dalam
Staatsblad 1938 nomor 68 jo Staatsblad nomor 264. Keresidenan Sulawesi Selatan,
Sulawesi Utara, Bali, Lombok dan Maluku. Papua tidak di masukkan dalam
NIT. 

Pejabat pemerintah Belanda memiliki pengaruh pada kebijakan besar dalam
NIT. Di mana ada orang Belanda, Mr Hamelink, yang menjadi Menteri Keuangan NIT.

Setelah NIT berdiri, 10 Januari 1947, kabinet pertama NIT berdiri. Tjokorda
Gde Sukawati Raka adalah yang pertama dan satu-satunya presiden negara ini .
Nadjamudin Daeng Malewa dari Makassar menjadi Perdana Menteri merangkap Menteri
Perekonomian. Ketika Agresi Militer Belanda Pertama dilancarkan NIT termasuk
pendukung. Padahal Agresi tersebut adalah pelanggaran pernjanjian Renville.
Kabinet NIT berganti lagi pada 10 Oktober 1947. Kali ini dokter S.J. Warrouw
menjadi Perdana Menteri merangkap Menteri Kesehatan. Dalam kabinet ini
Christian Robert Soumokil menjadi Menteri Kehakiman. Elvianus Katoppo, ayah
dari Aristides Katoppo, pernah menjadi Menteri Pendidikan dan Agama NIT.

Setelah Warrouw tidak jadi Perdana Menteri lagi, posisinya digantikan Ida
Anak Agung Gde Agung. Dua tahun ia mengisi jabatan itu sejak 15 Desember 1947.
Ketika Anak Agung menjadi Perdana Menteri, hubungan dengan Republik Indonesia
mulai dijalin.

Banyak pihak melihat Ida Anak Agung Gde Agung adalah seorang politisi mampu
dan administrator. Dia berusaha menerapkan politik “Politik Sintesis” atau
perpaduan dengan mendekati Partai Republik. Partai Republik kemudian mengakui
Indonesia Timur sebagai negara di tahun 1948.

Aksi militer Belanda Kedua pada 19 Desember 1948, segera mendapat tentangan
keras dari Pemerintah NIT. Anak Agung, yang didampingi Menteri Kehakiman Chris
Soumokil, lalu menghadap Presiden NIT Sukawati. Dia mewakili kabinet yang
dipimpinnya memaklumkan pembubaran kabinet yang dipimpinnya.

Sukawati menerima pengunduran diri tersebut. Sorenya, Anak Agung juga
bicara di sebuah stasiun radio di Makassar soal pengunduran dirinya. Tak hanya
Anak Agung, Perdana Menteri Adil Poeradiredja dari Negara Pasundan juga
mengundurkan diri dari jabatannya, dengan alasan yang sama, karena menolak
Agresi Militer 19 Desember 1949. Namun, akhirnya Anak Agung ditunjuk lagi
menjadi Perdana Menteri. Jabatan itu diisinya sejak 12 Januari 1949 hingga 27
Desember 1949.

Anak Agung lalu mundur lagi dari jabatan Perdana Menterinya karena ditunjuk
sebagai Menteri Urusan Dalam Negeri Republik Indonesia Serikat (RIS) jelang 26
Desember 1949. Penggantinya J.E. Tatengkeng. Hanya sampai Maret 1950 saja
Tatengkeng memimpin kabinet peralihan tersebut. Dia lalu digantikan Diapari.

Beberapa menteri dalam kabinet Diapari masih ingin mempertahankan NIT.
Sementara demonstrasi agar Indonesia Timur bergabung dengan Republik Indonesia
setelah 29 anggota parlemen NIT pro Republik mengajukan mosi pembubaran NIT.
Meski mosinya ditolak, demonstrasi besar terjadi pada 17 Maret 1950. Arnold
Mononutu salah satu pimpinan di parlemen NIT. Belakangan, dia pun jadi Menteri
Penerangan RIS.

Negara Indonesia Timur didirikan untuk menyaingi dan memaksa Republik
Indonesia untuk menerima bentuk negara federasi; dengan tujuan mengecilkan
wilayah Republik Indonesia sehingga hanya menjadi salah satu negara bagian dari
Republik Indonesia Serikat. Negara Indonesia Timur bubar dan semua wilayahnya
melebur ke dalam Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1950. (TB)

Ini Video Lengkapnya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!