Jatakarma Samskara, Upacara Penyambutan Bayi Baru Lahir di Bali, Ini Makna, Prosesi dan Fungsinya

Author:

Kelahiran seorang bayi adalah momen yang penuh sukacita dalam kehidupan sebuah keluarga. Terlebih lagi bagi pasangan yang telah lama menantikan kehadiran sang buah hati, kelahiran menjadi anugerah luar biasa yang disambut dengan rasa syukur mendalam. Rasa syukur ini kerap diwujudkan melalui berbagai tradisi yang berkembang di masyarakat, termasuk di Bali.

Salah satu tradisi penting yang berkaitan dengan kelahiran bayi di Bali adalah upacara Jatakarma Samskara. Tradisi ini merupakan bagian dari manusa yadnya, yaitu serangkaian upacara yang dilakukan dalam berbagai fase kehidupan manusia menurut ajaran Hindu Bali.

Secara etimologis, istilah Jatakarma Samskara berasal dari bahasa Sanskerta. Kata jata berarti “lahir” atau “timbul”, sementara karma berarti “tindakan” atau “kewajiban”. Adapun samskara bermakna “ritus peralihan”.

Bila digabungkan, Jatakarma Samskara dapat dimaknai sebagai ritual peralihan yang dilakukan pada saat seseorang mengalami kelahiran ke dunia, sebagai bentuk penyambutan terhadap kehidupan baru.

Ritual ini tidak hanya menjadi simbol kelahiran semata, tetapi juga sarat makna religius dan spiritual. Mengutip pemikiran Adnyana dan Mangku dalam buku Upacara Manusia Yadnya (Sarira Samskara) di Bali: Tinjauan dari Sudut Pandang Filosofis, Sosiologis, dan Religiosains (2022), pelaksanaan Jatakarma Samskara merupakan ungkapan rasa syukur serta ekspresi kebahagiaan atas keselamatan dan kelahiran bayi ke dunia.

Dalam pelaksanaannya, Jatakarma Samskara membutuhkan beberapa perlengkapan khusus. Seperti dijelaskan dalam buku Indonesia Nan Indah: Upacara Adat karya Maryani (2020), beberapa perlengkapan yang biasa digunakan antara lain:

  • Dapetan, yaitu nasi tumpeng yang disertai dengan lauk pauk serta buah-buahan sebagai persembahan.
  • Canang sari atau canang genten, sampiyanjaet, dan penyeneng sebagai simbol persembahan suci.
  • Kendil (periuk kecil) lengkap dengan penutupnya yang digunakan untuk menanam ari-ari bayi.
  • Kain putih dan bunga, yang digunakan dalam prosesi simbolik pemurnian dan penyucian.

Dengan segala kelengkapannya, Jatakarma Samskara tidak hanya menjadi bagian dari tradisi, tetapi juga merefleksikan filosofi hidup yang dalam dalam masyarakat Bali. Upacara ini mengajarkan pentingnya rasa syukur, penghormatan terhadap kehidupan, serta menjaga hubungan harmonis antara manusia, alam, dan Tuhan sejak awal kehidupan seorang anak.

Melalui Jatakarma Samskara, masyarakat Bali menjaga warisan leluhur dan memperkuat nilai-nilai spiritual dalam keluarga, dimulai sejak detik pertama kehidupan seorang bayi di dunia. (BT)

Sumber gambar: pixabay.com/blankita_ua

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!