Keris Si Ganja Dungkul, Pusaka Penjaga Raja Bali Dalem Kresna Kepakisan, Pemberian Majapahit

Author:
Share
ist

Kisah
ini dimulai dari raja Topahulung atau Sri Gajah Wahana yang memerintah di Bedahulu
dengan patihnya Ki Pasung Grigis. Kerajaan Bedahulu ini kemudian diserang oleh Majapahit
atas pimpinan Arya Damar dan Patih Gajah Mada. Dalam penyerangan tersebut
Bedahulu berhasil ditaklukkan oleh Majapahit. Hal ini pun menjadi penanda
runtuhnya kerajaan Bedahulu yang pemimpinnya merupakan turunan langsung dari
Dinasti Warmadewa. Patih Pasung Grigis pun ditawan. Pasung Grigis yang menjadi
tawanan kemudian ditugaskan untuk menyerang Sumbawa.

Untuk
mengisi kekosongan akibat ditaklukkan dan runtuhnya kerajaan Beduhulu, kemudian
diangkat seorang raja baru yang berasal dari Jawa. Raja itu adalah Ida Dalem
Sri Aji Kresna Kepakisan. Sementara itu, ada pula yang mengatakan setelah keruntuhan
Bedahulu, diangkatlah Kyayi I Gusti Agung Pasek Gelgel sebagai Penguasa di Bali
dan setelah tujuh tahun barulah Majapahit mengangkat Adipati pertama di Bali
yaitu Sri Aji Kresna Kepakisan atau Dalem Ketut Kresna Kepakisan.

Berdasarkan
Babad Dalem, Dalem Ketut Kresna Kepakisan dikirim ke Bali tahun Saka 1274
(yogan, muni, netra, baskara). Dalam memerintah di Bali, beliau dibantu oleh
para Arya. Istilah Kepakisan asal katanya yakni Pakis yang berarti Paku. Gelar
Kepakisan diberikan kepada Brahmana yang ditugasi sebagai Raja (Dalem) atau
Kesatria. Gelar Kepakisan yang diberikan kepada Kesatria adalah Sira Arya
Kepakisan. Beliau adalah keturunan Sri Jayasabha, berasal dari keturunan Maha Raja
Airlangga, Raja Kahuripan di Jawa. Gelar Paku di Jawa pertama kali digunakan
oleh Susuhunan Kartasura: Paku Buwono I pada tahun 1706 M.

Silsilah
dari Dalem Ketut Kresna Kepakisan ini dimulai dari Mpu Wira Dharma berputra
tiga orang yaitu Mpu Lampita, Mpu Adnyana, Mpu Pastika. Selanjutnya Mpu Pastika
berputra dua orang yaitu Mpu Kuturan yang berasrama di Lemah Tulis dan Mpu
Beradah yang pergi ke Daha. Di Daha, Mpu Beradah menjadi pendeta kerajaan atau
bhagawanta dari Raja Airlangga. Mpu Beradah ini juga dikaitkan dengan cerita
Calonarang yang amat terkenal di Bali.

Mpu
Beradah memiliki seorang putra yang bernama Mpu Bahula. Mpu Bahula ini kemudian
menikah dengan Ratnamanggali. Dari perkawinan ini lahirlah beberapa putra yakni
Mpu Panawasikan, Mpu Asmaranatha, Mpu Kepakisan dan Mpu Sidimantra. Mpu
Panawasikan menikah dan berputra Mpu Angsoka, Mpu Nirartha. Sedangkan Mpu
Kepakisan memiliki empat orang anak yaitu tiga putra dan seorang putri. Putra
yang bungsu bernama Mpu Kresna Kepakisan atau Dalem Ketut dan diangkat menjadi
raja di Bali.

Dengan
demikian Sri Kresna Kepakisan yang menjadi Raja di Bali adalah dari keturunan
Brahmana yang kebangsawanannya diubah menjadi kesatria atau dari Danghyang atau
Mpu menjadi Sri.

Terkait
dengan pengangkatan Dalem Kresna Kepakisan sebagai Raja Bali diriwayatkan dalam
Babad Dalem yakni Kyayi Patih Wulung dan kawan-kawan menghadap Raja Kala Gemet.
Mereka mohon agar di Bali segera diisi seorang adipati. Adapun kerajaan berkedudukan
di Samprangan.

Oleh
penduduk Bali Dalem Ketut disebut sebagai I Dewa Wawu Rawuh atau Dalem Tegal
Besung. Dalam Perjalanannya dari Majapahit ke Pulau Bali rombongan dari
majapahit mendarat di pantai Lebih, kemudian ke arah timur laut menuju
Samprangan.

Dalam
pemerintahannya, Dalem Sri Kresna Kepakisan didampingi oleh Arya Kepakisan atau
Sri Nararya Kresna Kepakisan yang menjabat sebagai Patih Agung yang berasal
dari Dinasti Warmadewa yang merupakan keturunan Raja atau Kesatria Kediri.
Sehingga baik Adipati maupun Patih Agungnya berasal dari satu desa yaitu desa
Pakis di Jawa Timur sehingga setibanya beliau di Bali menggunakan nama yang
hampir sama yaitu Adipatinya bergelar Sri Dalem Kresna Kepakisan sedangkan
patih agungnya bergelar Arya Kepakisan atau Sri Nararya Kresna
Kepakisan.

Dalam
pemerintahannya Dalem didampingi oleh Ki Patih Wulung yang menjabat sebagai
Mangku Bumi. Ibu kota Kerajaan dipindahkan dari Gelgel ke Samprangan
(Samplangan). Dipilihnya daerah Samprangan karena ketika ekspedisi Gajah Mada, Desa
Samprangan mempunyai arti historis, yaitu sebagai perkemahan Gajah Mada serta
tempat mengatur strategi untuk menyerang kerajaan Bedahulu. Dalam kenyataan
menunjukkan bahwa jarak desa Bedahulu ke Samprangan hanya kurang lebih 5 km.

Sementara
itu, para Arya yang membantu Dalem Ketut Kresna Kepakisan ditempatkan di desa-desa
yang dianggap rawan. Para Arya ini sudah terlebih dahulu menetap di Bali yang
kedatangannya bersamaan dengan ekspedisi Majapahit bersama Patih Gajah Mada. Para
arya tersebut yakni:

Arya
Kenceng mengambil tempat di Tabanan

Arya
Kanuruhan mengambil tempat di Tangkas

Kyai
Anglurah Pinatih Mantra di Kertalangu

Arya
Dalancang mengambil tempat di Kapal

Arya
Belog mengambil tempat di Kaba Kaba

Arya
Pangalasan

Arya
Manguri

Arya
Gajah Para dan adiknya Arya Getas mengambil tempat di Toya Anyar

Arya
Temunggung mengambil tempat di Petemon

Arya
Kutawaringin bertempat tinggal di Toya Anyar Kelungkung

Arya
Belentong mengambil tempat di Pacung

Arya
Sentong mengambil tempat di Carangsari,

Kriyan
Punta mengambil tempat di Mambal

Arya
Jerudeh mengambil tempat di Tamukti

Arya
Sura Wang Bang asal Lasem mengambil tempat di Sukahet

Arya
Wang Bang asal Mataram tidak berdiam di mana-mana

Arya
Melel Cengkrong mengambil tempat di Jembrana

Arya
Pamacekan mengambil tempat di Bondalem,

Sang
Tri Wesya: Si Tan Kober di Pacung, Si Tan Kawur di Abiansemal dan Si
Tan mundur di Cegahan

Dalam
perjalanan pemerintahannya, timbul pemberontakan-pemberontakan di desa-desa
Bali Aga. Adapun desa yang melakukan pemberontakan seperti Batur, Songan,
Cempaga, Kedisan, Abang, Pinggan, Munting, Manikliyu, Bonyoh, Katung, Taro,
Bayan, Tista, Margatiga, Bwahan, Bulakan, Merita, Wasudawa, Bantas, Pedahan,
Belong, Paselatan, Kadampal dan beberapa desa yang lain. Dengan adanya
pemberontakan tersebut, Dalem Ketut Kresna Kepakisan merasa putus asa. Ida berniat
untuk kembali ke Jawa. Utusan pun dikirim ke Majapahit untuk melaporkan hal
tersebut. Namun Ida Dalem tidak diizinkan oleh Patih Gajah Mada untuk kembali
ke Jawa.

Beliau
kemudian dianugerahi pakaian kebesaran dan keris Si Ganja Dungkul. Keris pusaka
bernama Si Ganja Dungkul ini diberikan dengan harapan dapat mempertegas
legitimasi dan kewibawaan Sang Raja. (TB)

 

Referensi:

https://gelgel.desa.id/first/artikel/30

http://www.babadbali.com/pustaka/babad/babad-dalem-2.htm

http://kerisbaliku.blogspot.com/2011/04/

 

   

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!