Hari Penyekeban Galungan yang jatuh pada Redite Paing wuku Dunggulan dianggap membawa kekuatan spiritual tersendiri bagi kelahiran seseorang. Dalam sistem penanggalan Bali, mereka yang lahir pada hari tersebut diyakini memiliki jatah usia hingga 84 tahun menurut hitungan wariga.
Hitungan ini berasal dari nilai urip hari dan pasaran: Redite bernilai 5, dan Paing bernilai 9. Jika digabungkan menjadi 14, maka jatah umur berdasarkan perhitungan tradisi Bali menunjukkan angka 84 tahun sebagai batas usia.
Namun demikian, nasib kehidupan mereka penuh dinamika. Saat dilihat dari sudut pandang pal sri sedana atau pembacaan fase umur, kehidupan mereka tak selalu mulus. Ketika masih kanak-kanak (0-6 tahun), penghasilan cenderung minim.
Lalu, di usia 7-12 tahun, penderitaan dan kesakitan bisa datang. Remaja awal hingga dewasa muda (13-18 tahun) pun masih terjebak dalam kondisi serupa: penghasilan sedikit.
Fase emas biasanya hadir antara usia 19-30 tahun, 43-48 tahun, dan kembali membaik di rentang 55-66 tahun, di mana kehidupan dipandang sangat baik dan sejahtera.
Sayangnya, penurunan terjadi di usia 31-36 tahun, 49-54 tahun, serta 67-78 tahun yang hanya memberi hasil sedikit dalam hal materi. Pada masa senja, yakni umur 79-84 tahun, penderitaan atau kondisi kesehatan yang menurun bisa kembali mewarnai hidup mereka.
Karakteristik kelahiran di wuku Dunggulan juga memiliki sisi menarik. Mereka dikenal dermawan, penuh kasih, dan mencintai kebajikan, walau rejeki yang dimiliki tak besar. Orang-orang ini cenderung ringan tangan dan suka membantu. Namun di balik itu, mereka juga memiliki nafsu besar, suka pada kepunyaan orang lain, dan mudah tersulut emosi.
Meski ramalan ini bersumber dari kepercayaan leluhur, keyakinan tak harus menjadi batasan. Perjalanan hidup tetap bisa diubah melalui usaha, ketekunan, dan doa yang tulus. Karena pada akhirnya, takdir pun bisa bergeser oleh niat dan tindakan. (TB)