Hari
Raya Kuningan dirayakan setiap enam bulan sekali tepatnya pada Saniscara
(Sabtu) Kliwon wuku Kuningan. Hari raya ini masih menjadi rangkaian dari Hari
Raya Galungan.
Raya Kuningan dirayakan setiap enam bulan sekali tepatnya pada Saniscara
(Sabtu) Kliwon wuku Kuningan. Hari raya ini masih menjadi rangkaian dari Hari
Raya Galungan.
Dalam
Himpunan Keputusan Seminar Kesatua Tafsir Terhadap Aspek-Aspek Agama Hindu I –
IX disebutkan bahwa saat ini merupakan hari turunnya Dewa Pitara bersuci-suci,
serta mukti sajen-sajen. Untuk pelaksanaan persembahyangan dilakukan sebelum
tengah hari.
Himpunan Keputusan Seminar Kesatua Tafsir Terhadap Aspek-Aspek Agama Hindu I –
IX disebutkan bahwa saat ini merupakan hari turunnya Dewa Pitara bersuci-suci,
serta mukti sajen-sajen. Untuk pelaksanaan persembahyangan dilakukan sebelum
tengah hari.
Selain
itu, juga dilaksanakan pemasangan tamiang yang merupakan simbol dari kemenangan
dharma melawan adharma, juga ada nasi kuning dengan hiasan yang serba kuning
sebagai simbol bakti dan asih.
itu, juga dilaksanakan pemasangan tamiang yang merupakan simbol dari kemenangan
dharma melawan adharma, juga ada nasi kuning dengan hiasan yang serba kuning
sebagai simbol bakti dan asih.
Sementara
itu, menurut Wakil Ketua PHDI Bali, Pinandita Ketut Pasek Swastika mengatakan,
dalam Lontar Sundarigama telah disebutkan upacara menghaturkan sesaji pada hari
Raya Kuningan hendaknya dilaksanakan pada pagi hari dan menghindari
menghaturkan upacara lewat tengah hari. “Mengapa? Karena diyakini bahwa
pada tengah hari para Dewata dan Dewa Pitara kembali ke alamnya masing-masing
setelah turun ke Bumi,” katanya.
itu, menurut Wakil Ketua PHDI Bali, Pinandita Ketut Pasek Swastika mengatakan,
dalam Lontar Sundarigama telah disebutkan upacara menghaturkan sesaji pada hari
Raya Kuningan hendaknya dilaksanakan pada pagi hari dan menghindari
menghaturkan upacara lewat tengah hari. “Mengapa? Karena diyakini bahwa
pada tengah hari para Dewata dan Dewa Pitara kembali ke alamnya masing-masing
setelah turun ke Bumi,” katanya.
Akan
tetapi, bukan berarti bahwa yang melaksanakan Kuningan sore atau
malam hari itu salah. “Desa (tempat), Kala (waktu) dan Tattwa (hakekat)
tetap menjadi pertimbangan utama dalam pelaksanaannya. Dan
sesungguhnya Kuningan itu adalah masih lanjutan momen Galungan untuk
menempa jati diri secara rohani dalam rangka memenangkan dharma terhadap adharma,
bukan secara ritual semata,” katanya.
tetapi, bukan berarti bahwa yang melaksanakan Kuningan sore atau
malam hari itu salah. “Desa (tempat), Kala (waktu) dan Tattwa (hakekat)
tetap menjadi pertimbangan utama dalam pelaksanaannya. Dan
sesungguhnya Kuningan itu adalah masih lanjutan momen Galungan untuk
menempa jati diri secara rohani dalam rangka memenangkan dharma terhadap adharma,
bukan secara ritual semata,” katanya.
Karena
pada Penampahan Kuningan yang jatuh pada Jumat Wage
wuku Kuningan, dalam Lontar Sundarigama tidak menyebutkan upacara yang
mesti dilakukan, namun menyebutkan ‘sapuhakena malaning jnyana’. “Artinya
lenyapkanlah kekotoran pikiran. Dalam Galungan kekotoran pikiran ini disebut ‘byaparaning
idep’ yang harus dilebur dengan Samadhi,” imbuhnya.
pada Penampahan Kuningan yang jatuh pada Jumat Wage
wuku Kuningan, dalam Lontar Sundarigama tidak menyebutkan upacara yang
mesti dilakukan, namun menyebutkan ‘sapuhakena malaning jnyana’. “Artinya
lenyapkanlah kekotoran pikiran. Dalam Galungan kekotoran pikiran ini disebut ‘byaparaning
idep’ yang harus dilebur dengan Samadhi,” imbuhnya.
Namun,
tidak salah juga apabila Kuningan dilaksanakan pada sore hari mengingat
pemaknaan Kuningan yang sebenarnya bukanlah ritualis belaka. “Bukan
semata-mata terkait dengan para Dewa Pitara (para leluhur) yang harus dipuja
sebelum tengah hari oleh karena dikatakan bahwa mereka akan kembali ke Pitara
Loka tengah hari, dan jika dilaksanakan lewat tengah hari akan percuma, sama
sekali bukan hal ini. Namun pemaknaannya lebih kepada upaya menempa sang diri
secara spiritual seperti dijelaskan dalam Lontar Sundarigama,” katanya. (TB)
tidak salah juga apabila Kuningan dilaksanakan pada sore hari mengingat
pemaknaan Kuningan yang sebenarnya bukanlah ritualis belaka. “Bukan
semata-mata terkait dengan para Dewa Pitara (para leluhur) yang harus dipuja
sebelum tengah hari oleh karena dikatakan bahwa mereka akan kembali ke Pitara
Loka tengah hari, dan jika dilaksanakan lewat tengah hari akan percuma, sama
sekali bukan hal ini. Namun pemaknaannya lebih kepada upaya menempa sang diri
secara spiritual seperti dijelaskan dalam Lontar Sundarigama,” katanya. (TB)