Bagi Anda yang lahir pada hari Senin Wage dengan wuku Medangsia, hari Senin, 21 Agustus 2023 lalu merupakan momen otonan, yakni peringatan hari kelahiran dalam tradisi kalender Bali.
Dalam perhitungan wariga Bali, kombinasi hari dan pasaran seperti ini dipercaya membawa pengaruh terhadap sifat dan perjalanan hidup seseorang.
Dalam hitungan tradisional, hari Senin memiliki nilai urip (energi spiritual) sebesar 4, begitu pula pasaran Wage yang juga bernilai 4. Jika dijumlahkan menjadi 8, lalu dikalikan 6—angka tetap dalam sistem wariga—maka diperoleh angka 48.
Angka ini diyakini sebagai “jatah umur”, yang menunjukkan fase-fase penting dalam kehidupan hingga usia 48 tahun.
Berdasarkan kajian wariga Pal Sri Sedana, masa-masa awal kehidupan mereka yang lahir pada Senin Wage dipenuhi keberuntungan.
Sejak lahir hingga usia 6 tahun, kehidupan berjalan dengan baik. Namun memasuki usia 7 hingga 12 tahun, terjadi penurunan keberuntungan, ditandai dengan minimnya penghasilan.
Masa remaja, yakni usia 13 hingga 18 tahun, diyakini penuh tantangan karena dianggap sebagai periode penderitaan atau kesakitan.
Fase usia 19 sampai 24 tahun pun belum menunjukkan perbaikan berarti, karena pendapatan masih rendah. Kondisi serupa terulang lagi pada usia 25 hingga 30 tahun, dengan potensi menghadapi tekanan fisik maupun emosional.
Namun angin segar mulai berhembus di usia 31 hingga 36 tahun, di mana keberuntungan kembali menghampiri. Sayangnya, fase 37 hingga 42 tahun masih rentan terhadap penderitaan.
Tapi, masa usia 43 hingga 48 tahun menjadi titik balik yang mencolok. Di usia ini, dipercaya kehidupan membaik secara drastis—bahkan bisa mencapai kemakmuran yang luar biasa.
Adapun secara karakteristik, mereka yang lahir dalam wuku Medangsia dikenal sebagai pribadi yang sabar, hemat, dan pandai mengelola rejeki.
Mereka cenderung cekatan dalam bekerja, namun di sisi lain juga bisa menunjukkan sikap tidak sabaran.
Sosok Medangsia memiliki jiwa pelindung terhadap mereka yang menderita, meski harus diwaspadai karena bisa berubah menjadi sangat keras ketika marah.
Tentu saja, semua ini berpulang pada keyakinan masing-masing.
Perhitungan wariga bukanlah ramalan mutlak, melainkan warisan budaya yang mencerminkan nilai-nilai kearifan lokal masyarakat Bali.
Hidup tetap dipengaruhi oleh tindakan, doa, dan kerja keras masing-masing individu. (TB)