Istimewa |
Muhamad
Tubagus Yusuf Maulana lahir pada tahun 1968. Tak banyak yang bisa digali dari
masa kecilnya. Namun belakangan ia dikenal sebagai dukun yang bisa menggandakan
uang secara gaib. Ia pun sering dipanggil Dukun Usep.
Pada
tahun 2007, namanya tiba-tiba membuat geger. Pasalnya tak hanya menjadi dukung
pengganda uang, ternyata ia juga seorang pembunuh. Delapan orang warga pun menjadi
korban kekejiannya.
Asep
dikenal oleh korban-korbannya sebagai seorang dukun yang mampu menggandakan
uang. Namun, Asep dengan sadis membunuh korbannya melalui upacara ritual dan
memberikan minuman beracun. Para korbannya percaya ritual dan minuman yang
diberikan Asep adalah cara untuk menggandakan uang.
Pembunuhan
dilakukan sebanyak dua kali, yakni pada pembunuhan pertama sebanyak lima orang
dibunuh, dan pada pembunuhan kedua, tiga korban kembali dibunuh.
Adapun
upacara ritual yang harus dilakukan adalah menyuruh para korban menggali lubang
yang sudah disiapkan oleh Asep. Kemudian, korban diberi minuman beracun yang
warnanya hitam. Asep membunuh korbannya untuk menguasai uang yang disyaratkan
pelaku karena setiap korban harus menyediakan uang Rp 20 juta.
Pembunuhan
pertama dilakukan pada 22 Juni 2007 terhadap Oon, Salikun, Imik Zamzami, Yudhi,
dan Umron. Kelima korban itu ditemukan tewas dalam satu lubang sedalam dua
meter di Hutan Cipajar, Kecamatan Cileles, Kabupaten Lebak.
Pembunuhan
kedua dilakukan pada 19 Juli 2007 terhadap Anto, Samali, dan Masrin. Ketiga
korban itu ditemukan satu lubang di Hutan Cibuyur, yang lokasinya tidak jauh
dari lima korban. Enam korban adalah warga Pasar Kemis, Kabupaten Tangerang.
Sedangkan dua korban dari Saketi, Pandeglang. Korban diracun terlebih dahulu
sebelum dikubur dalam dua liang sumur yang berbeda.
Dalam
melancarkan aksinya, Dukun Usep mempunyai perencanaan yang sangat matang. Semua
korbannya adalah klien yang ingin melipatgandakan uang mereka dengan bantuan
gaib. Dukun Usep kemudian akan menyuruh calon korbannya untuk melakukan semacam
ritual yang mana salah satunya adalah meminum sebuah cairan berwarna hitam
pekat yang diketahui ternyata adalah racun portasium.
Korban
selanjutnya diperintahkan untuk berdiri didalam sebuah lubang galian lalu
menyuruhnya untuk meminum air racun tadi sebagai syarat wajib. Setelah korban
meminumnya dan tewas karena keracunan, Dukun Usep akan mengubur mayatnya. Dalam
aksinya ia dibantu oleh temannya. Dari pembunuhan itu, mereka berhasil
menggasak uang korban-korbannya hingga ratusan juta rupiah.
Terungkapnya
kasus pembunuhan ini pun bermula dari laporan keluarga korban, Dewi (30), dan
anaknya, St (18), ke Polres Lebak bahwa Dewi kehilangan suaminya selama tiga
hari. Dari hasil penyelidikan polisi dan berdasarkan bukti-bukti yang
dikumpulkan, dugaan pun mengarah kepada Usep. Ia pun kemudian digelandang ke
kantor polisi.
Setelah
berkas lengkap, Tubagus Maulana Yusuf alias Usep, kemudian menjalami persidangan
pada Selasa 6 November 2007 di Pengadilan Negeri Rangkasbitung, Kabupaten
Lebak, Banten. Sidang juga menghadirkan Oyon, orang yang membantunya dalam
melancarkan aksinya.
Dari
hasil penyelidikan, Usep terbukti melakukan pembunuhan secara berencana
terhadap delapan warga yang menjadi pasiennya. Kedelapan korban diberi minuman
teh bercampur gula merah dan racun potas. Sidang yang dipimpin Abu Hanifah mengatakan
asus pembunuhan sadis yang dilakukan Tubagus Maulana Yusuf terbongkar setelah
Kepolisian Resor Lebak, Banten membongkar dua lubang berisi delepan mayat yang
diduga hasil pembunuhan berencana di Desa Cikero, Kecamatan Cileles, Kabupaten
Lebak, 24 Juli 2007.
Setelah
menjalani rangkaian proses persidangan, Dukun Asep kemudian divonis mati oleh
Pengadilan Negeri Rangkasbitung pada 10 Maret 2008. Pada tahun yang sama, Asep
juga dieksekusi mati.
Saat
dijatuhi vonis, ia pun tidak mengajukan grasi ke presiden. “Saya lebih
baik mati daripada hidup di penjara,” kata Usep kepada Nur (45),
mertuanya, yang sempat membesuk di rumah tahanan, Tangerang. Jika dieksekusi,
kata Nur mengutip Usep, akan meminta lokasi penembakan di
Rangkasbitung dan disemayamkan di kampung halamanya di Cileles.
Sebelum
mati di tangan regu tim penembak, Usep juga ingin salat dulu untuk meminta
ampunan kepada Sang Khalik. “Setelah mati Usep minta dibebankan biaya angkutan
dan pakaian kapan kepada negara,” katanya.
Menurut
Nur, keluarga sudah meminta Usep agar mengajukan grasi ke presiden sehingga
terhindar dari tim regu tembak, namun Usep sudah matang untuk menjalani
eksekusi mati. “Sebenarnya saya tak tega melihat menantu (Usep) harus mati di
hadapan tim regu tembak,” katanya.
Dukun
Usep kemudian menjalani eksekusi mati pada Jumat 18 Juli 2008 sekitar pukul
22.30 WIB di kawasan hutan kopi Kecamatan Cimarga, Lebak. Ia ditembak oleh
anggota Brimob.
Menurut
Kepala Kejaksaan Tinggi Banten saat itu, Lari Gau Samad, Usep tewas setelah 10
menit ditembak dengan tiga peluru di tubuhnya. Setelah diputuskan tewas,
jenazah Usep diotopsi di Puskesmas Cimarga, lalu dibawa ke rumah keluarganya di
Cikareo, Kecamatan Cileles, Lebak, Banten, untuk dimakamkan.
Pihak
keluarga memakamkan Usep di samping makam ayahnya di Kampung Kadangean,
Cileles, Lebak. Usep termasuk paling cepat menjalani eksekusi mati. Kasusnya
mencuat pada bulan Juli 2007 lalu dan hanya berselang satu tahun sang dukun
harus menjalani eksekusi. (TB)