Desa Abang merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Abang, Kabupaten Karangasem, Provinsi Bali.
Kawasan ini dikenal tidak hanya karena keindahan alamnya, tetapi juga karena latar sejarahnya yang kaya dan menarik.
Menurut catatan lama yang tersimpan di Fakultas Sastra Universitas Udayana, Denpasar, Desa Abang memiliki keterkaitan erat dengan sejarah Desa Adat Ababi.
Dahulu kala, wilayah yang kini dikenal sebagai Kesimpar merupakan bagian dari Desa Adat Ababi.
Seiring perjalanan waktu, masyarakat setempat mengajukan permohonan kepada pemimpin Desa Adat Ababi serta memohon persetujuan dari Raja Karangasem untuk mendirikan tempat suci Kahyangan Tiga di Kesimpar.
Permohonan ini akhirnya dikabulkan, dan pembangunan Kahyangan Tiga pun dimulai.
Setelah berdirinya Kahyangan Tiga, wilayah ini mulai berkembang dan akhirnya resmi berdiri sebagai Desa Adat Kesimpir — nama yang berasal dari kata “pecahan” atau “perpisahan” dari Desa Ababi.
Seiring dengan perkembangan bahasa dan penggunaan sehari-hari, sebutan itu kemudian berubah menjadi “Kesimpar”, nama yang digunakan hingga kini.
Dari wilayah Desa Adat Kesimpar ini kemudian terbentuk empat desa dinas atau perbekelan, yakni: Perbekel Pidpid, Perbekel Abang, Perbekel Nawakerti, dan Perbekel Kesimpar.
Asal usul nama “Abang” sendiri memiliki cerita yang menarik.
Dalam kisah masa lalu, disebutkan bahwa saat terjadi pertempuran antara Dewa Indra dan Raja Maya Denawa, banyak prajurit Maya Denawa yang berhasil ditangkap.
Para tawanan ini kemudian disembunyikan di kawasan kaki Gunung Lempuyang.
Kata “engkebang” dalam Bahasa Bali berarti “disembunyikan”.
Lama-kelamaan, istilah ini mengalami perubahan pelafalan dan disingkat menjadi “Abang”, yang kemudian digunakan sebagai nama desa hingga saat ini.
Dengan latar sejarah yang penuh makna ini, Desa Abang tidak hanya menjadi bagian penting dari peta geografis Bali Timur, tetapi juga menyimpan warisan budaya dan kisah leluhur yang terus hidup dalam ingatan warganya. (TB)