Sejarah Desa Nagasepaha Buleleng, Berawal dari Buah Nangka Tanpa Daging

Author:
Share
Sumber; nagasepaha-buleleng.desa.id

Desa
Nagasepaha merupakan sebuah desa yang berada di wilayah Kecamatan Buleleng,
Kabupaten Buleleng. Desa ini berjarak kurang lebih 9 km dari pusat Kota
Singaraja. Salah satu kerajinan khas dari desa ini yaitu seni lukis wayang
kaca.

Selain
lukisan wayang kaca, desa ini juga memiliki potensi pertanian. Desa yang
luasnya kurang lebih 1.2 km persegi ini memiliki penduduk yang sebagain besar
bekerja sebagai petani dan perajin. Lalu bagaimanakah sejarah desa ini
terbentuk.
Dahulu
di wilayah ini, tersebutlah sebuah Desa Prabakula yang kini bernama Desa
Padangbulia. Desa ini memiliki wilayah yang sangat luas meliputi Desa
Pegadungan, Desa Nagasepaha, Desa Gitgit, Desa Ambengan, Desa Silangjana,
hingga Desa Lemukih. Ketika itu, Nagasepaha belum berupa desa dan hanya merupakan
sebuah banjar yang bernama Banjar Kelodan.



BACA JUGA: Sejarah Desa Nyanglan Klungkung, Berawal dari Tanah Legit

Saat
ada piodalan di Pura Bale Agung Desa Adat Prabulaka, Banjar Kelodan mendapatkan
bagian untuk membawa pesu-pesuan berupa buah nangka. Buah nangka ini akan
digunakan sebagai sayur untuk disajikan kepada krama desa adat yang
mempersiapkan upacara piodalan.
Karena
sudah mendapat tugas membawa buah nangka, semua warga Banjar Kelodan yang saat
itu berjumlah 27 Kepala Keluarga (KK) pun membawa nangka ke pura. Sampai di
pura, kelihan banjar mengecek pesu-pesuan yang dibawa warganya satu persatu.
Semua
warga banjar pun telah membawanya. Akan tetapi, saat buah nangka ini dibuka
ternyata semuanya hanya tinggal ampas saja. Karena tak berisi daging, sehingga buah
nangka ini tak bisa digunakan sebagai bahan sayur. Bendesa Adat pun meminta kepada
kelihan Banjar Kelodan agar menyuruh warganya kembali membawa buah nangka.
Sesuai
permintaan Bendesa Adat, kelihan banjar meminta warganya untuk kembali membawa
pesu-pesuan berupa buah nangka. Hal yang sama ternyata kembali terjadi. Buah
nangka yang dibawa warga Banjar Kelodan ternyata hanya tersisa ampas saja.
Bendesa
Adat pun marah dan mengancam apabila untuk yang ketiga kalinya warga masih
tetap membawa nangka yang hanya berisi ampas, pihaknya akan melakukan Paruman
Agung untuk mengeluarkan banjar ini dari keanggotaan Desa Prabakula.
Warga
Banjar Kelodan pun kembali membawa pesu-pesuan buah nangka ke pura. Dan untuk
yang ketigakalinya, setelah dibuka ternyata semua nangka hanya tinggal ampasnya
saja. Atas kejadian itu, dilakukanlah Paruman Agung untuk mengeluarkan atau
memecat Banjar Kelodan ini dari keanggotaan warga Desa Prabakula.
Karena
dipecat dari keanggotaan desa, warga dari 27 KK ini pun tak bisa mengikuti
upacara piodalan. Mereka kemudian mendirikan sebuah pura di ujung selatan
Banjar Kelodan. Sementara wilayah Banjar Kelodan ini berganti nama menjadi
Nagasepaha. Hingga sekarang wilayah ini pun bernama Desa Nagasepaha. (TB)
Catatan: Sejarah Desa Nagasepaha ini disarikan dari
website Desa Nagasepaha. Apabila ada kekeliruan dalam tulisan ini,
mohon memberikan saran pada kolom komentar untuk proses perbaikan.
Baca Juga:
   

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!