Desa Kampung Toyapakeh merupakan salah satu wilayah yang berada di Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Provinsi Bali.
Terletak di antara perbatasan Desa Ped di sebelah utara dan timur, Desa Sakti di selatan, serta berbatasan langsung dengan laut dan Nusa Lembongan di barat, desa ini memiliki sejarah dan budaya yang unik di tengah dominasi budaya Hindu Bali.
Kampung Toyapakeh dikenal luas sebagai “Desa Muslim” di Nusa Penida.
Julukan ini tidak lepas dari sejarah penyebaran agama Islam di wilayah ini.
Berdasarkan catatan dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Kemendikbud), keberadaan komunitas Muslim di Pulau Nusa Penida sudah ada sejak awal abad ke-20.
Pada tahun 1936, umat Islam yang sebelumnya tersebar di beberapa titik di pulau ini kemudian dipusatkan di Desa Toyapakeh untuk menjaga persatuan dan memudahkan pengelolaan kehidupan sosial dan keagamaan mereka.
Warga setempat mempercayai bahwa Islam pertama kali masuk ke Nusa Penida pada tahun 1925 melalui dua tokoh asal Jawa, yakni R. Mustafa dan R. Jumat.
Salah satu dari mereka, R. Mustafa, wafat di Desa Toyapakeh dan dimakamkan di sebuah pemakaman Muslim kuno yang ada di desa ini.
Makam beliau memiliki ciri khas arsitektur Demak-Troloyo, dengan ukuran cungkup 3,9 x 4,95 meter dan tembok setinggi 2,35 meter.
Nama “Toya Pakeh” sendiri berasal dari bahasa Bali, yaitu “toya” yang berarti air dan “pakeh” yang berarti asin, merujuk pada kondisi geografis desa yang berada di pesisir laut.
Keberadaan komunitas Muslim di desa ini telah melahirkan tradisi dan budaya khas yang tetap hidup hingga kini.
Salah satu warisan budaya tersebut adalah seni rudat, yakni tarian tradisional yang menggabungkan unsur pencak silat dengan lantunan syair-syair Islami berbahasa Arab, seperti sholawat dan pujian kepada Nabi.
Kesenian rudat yang berkembang di Toyapakeh diketahui berasal dari Kampung Sindu Sidemen di Karangasem, Bali, dan kini menjadi bagian penting dari identitas kultural masyarakat setempat.
Dengan kekayaan sejarah, budaya, dan kearifan lokalnya, Kampung Toyapakeh tidak hanya menjadi saksi penyebaran Islam di Nusa Penida, tetapi juga menjadi simbol keberagaman dan toleransi di tengah masyarakat Bali. (TB)