Tahun 2014, Pernah Terjadi Kasus Mutilasi Sadis di Klungkung Bali

Author:
Share
Istimewa

Hari
itu, Selasa 17 Juni 2014 Kabupaten Klungkung, Bali tiba-tiba gempar. Ketika
itu, Kadek Sutrisna menemukan potongan tubuh manusia di pinggir Jalan Raya
Bukit Jambul, Kabupaten Klungkung, Bali. Potongan tubuh yang ditemukan berupa
kepala dan pinggul yang terbungkus kantong plastik di bawah pohon nangka.

Sutrisna
awalnya curiga dengan kantong plastik hitam yang mengeluarkan bau busuk di
dalamnya. Saat dibuka alangkah terkejutnya karena ternyata dalam kantong
tersebut terdapat potongan tubuh manusia yang sudah setengah hancur karena
membusuk. Ia melihat potongan kepala berlumuran darah. Sontak hal itu pun
sangat menggemparkan warga dan warga pun berbondong-bondong mendatangi lokasi
penemuan potongan tubuh manusia itu.

Setelah
menerima laporan adanya penemuan potongan tubuh manusia yang menjadi korban
kasus mutilasi personel dari Polres Klungkung dan Polsek Kota Klungkung langsung
bergerak menuju ke tempat peristiwa untuk mengamankan potongan tubuh tersebut.

Saat
ditemukan polisi hanya menemukan sesuai dengan apa yang ditemukan warga
sebelumnya yaitu potongan kepala dan pantat dari korban. Untuk mengetahui dari
lokasi potongan tubuh lainnya, polisi mengerahkan regu anjing pelacak untuk
mencari kemungkinan potongan tubuh korban masih ada di sekitar TKP. Anjing
pelacak juga diturunkan untuk mencari potongan tubuh.

Setelah
tujuh jam pencarian dengan menggunakan anjing pelacak, polisi menemukan
beberapa bagian tubuh lainnya di Desa Pesaban, Kecamatan Rendang, Kabupaten
Karangasem. Lokasi temuan berada di sebuah jurang dekat kebun milik warga
setempat. Sadisnya, pelaku juga menguliti tubuh korban. Ketiga potongan tubuh
yang ditemukan seperti potongan kaki, tangan, dan bagian kerangka dada. Dari
pemeriksaan tiga bagian tubuh itu manusia itu, diketahui tanpa daging lagi. Muncul
dugaan, jika pelaku nekat menguliti daging korban untuk menghilangkan jejak dan
menyulitkan proses identifikasi.

Setelah
seluruh potongan tubuh dari korban mutilasi ditemukan, polisi langsung
mengamankan jasad korban menuju RSUD Sanglah untuk kepentingan penyelidikan dan
identifikasi. RSUP Sanglah setelah menerima seluruh potongan tubuh tersebut
langsung melakukan identifikasi terhadap tubuh korban. Pihak forensik dari RSUP
Sanglah mengaku kesulitan untuk mengungkap identitas dari korban lantaran
kondisi dari tubuh korban sudah membusuk dan berubah bentuk.

Saat
diterima pihak RSUP Sanglah, potongan jenazah tersebut terbungkus dalam tiga
kantong. Satu kantong plastik berisi bagian kepala, satu kantong plastik berisi
bagian pinggang dan pantat, dan satu kantong beras berisi bagian tangan kanan
dan kiri, lengan atas, telapak tangan, paha kanan dan kiri, serta tungkai.

Di
dalam kantong beras berisi bagian dada yang sudah tidak ada bagian organ
dalamnya. Untuk bagian kepala, organ dalamnya masih ada, namun wajahnya sudah
tidak bisa dikenali lagi.

Setelah
menerima potongan tubuh tersebut dari pihak kepolisian dan berhasil
mengidentifikasi korban, pihak Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah, Denpasar,
memastikan korban mutilasi berjenis kelamin perempuan.

Kepala
Instalasi Forensik RSUP Sanglah, dr Dudut Rustiadi SpF saat itu menyebut, korban
mutilasi perempuan berusia antara 20 sampai 40 tahun dengan tinggi badan
berkisar antara 120 hingga 150 centimeter dan warna kulit sawo matang. Dari ras
korban, pihaknya menggolongkan sebagai ras mongoloid sebagaimana umumnya ras
Asia. Dari pemeriksaan gigi, korban dapat diketahui dari kelas ekonomi menengah
karena giginya terawat.

Polisi
pun menelusuri identitas korban dan memburu pelaku. Identitas korban akhirnya terungkap,
setelah warga mencurigai seorang penghuni kosan di Jalan Kenyeri 9, Desa Tojan
Klungkung bernama Diana Sari alias Nana, tidak terlihat selama beberapa hari
dan tidak bisa dihubungi lagi.

Polisi
kemudian menelusuri alamat tinggal Diana yang diketahui di Sumbawa. Polisi
kemudian meluncur ke Sumbawa untuk meminta keterangan keluarga korban. Dari
keterangan keluarga, ciri-ciri pada potongan tubuh diketahui mirip dengan
Diana. Selanjutnya, untuk memastikan bahwa potongan jasad itu adalah Diana,
polisi melakukan tes DNA dengan mengambil sampel dari keluarga Diana dan
hasilnya ternyata identik.

Polisi
kemudian mendapat informasi jika Diana memiliki kekasih bernama Fikri seorang
sopir di Kantor Agama Klungkung. Polisi lalu mengamankan Fikri, di Klungkung,
pada tanggal 22 Juni 2014. Fikri adalah kekasih korban, yang juga berasal dari
Sumbawa.

Fikri
pun mengakui jika dirinya membunuh Diana pada Senin 16 Juni 2014 pukul 10.30
Wita. Pembunuhan yang disertai memutilasi jasad korban, diduga kuat
dilatarbelakangi persoalan asmara tersangka dengan korban. Kasubdit III
Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Bali saat itu, AKBP Masdianto mengatakan,
korban dan tersangka melakukan kumpul kebo di kosan di Jalan Kenyeri 9, Desa
Tojan, Kabupaten Klungkung. Sudah dua bulan pasangan ini menempati kosan
tersebut. Fikri di Sumbawa sudah memiliki istri. Selama dua bulan tinggal di
kosan di Klungkung itu, keduanya melakukan persetubuhan.

Fikri
mengaku membuang potongan tubuh Diana di 13 titik di wilayah Klungkung dan
Karangasem. Awalnya Fikri membenturkan Diana ke tembok. Lalu mencekik sehingga
nyawa Diana melayang. Setelah itu, Diana diseret pelaku ke kamar mandi. Karena
kebingungan cara menghilangkan korban, Fikri lalu memotong-motong tubuh kekasihnya
itu menjadi 13 bagian dan membuatnya di berbagai tempat. Fikri mengaku nekat
menghabisi kekasihnya karena Diana akan melaporkan perselingkuhan itu kepada
istri Fikri.

Kapolres
Klungkung saat itu, AKBP Ni Wayan Sri Yudatni Wirawati mengatakan mutilasi
dilakukan secara bertahap. “Begitu capek memotong, dia keluar kamar kos sambil
merokok dan sempat mengobrol dengan buruh bangunan yang bekerja di depan kosnya,”
kata Wirawati, Selasa 24 Juni 2014.

Dari
pengakuannya ada 13 tempat pembuangan potongan tubuh tersebut. Namun setelah
ditindaklanjuti di beberapa tempat tidak ditemukan potongan.

Wayan
Suwitra, Kelian Banjar Dinas Jelantik Kori Batu yang merupakan wilayah tempat
kos Diana, mengaku sempat bertemu Diana, 14 Juni 2022. “Saat itu saya dengan
aparat desa serta Babinsa melakukan sidak kos. Saya mengambil KTP korban,”
ujarnya.

Sementara
itu, Kepala Urusan Umum Kantor Pengadilan Agama (PA) Klungkung saat itu, Partia
Utama, mengaku dirinya sempat menghubungi nomor ponsel Fikri pada 16 Juni sore,
namun tidak diangkat. Pada tanggal itu, Fikri izin tidak masuk kerja ke kantornya
dengan alasan badannya meriang. “Saya hanya ingin mengetahui bagaimana
kondisinya, karena hari itu dia izin tidak masuk kerja. Saya ingin pastikan
apakah tanggal 17 Juni esok harinya dia bisa menjemput pimpinan di Pelabuhan
Padang Bay,” kata Partia kepada Tribun Bali.

Esoknya, Fikri yang baru bekerja
setengah bulan sebagai sopir di Kantor PA Klungkung itu sudah kembali bekerja
seperti biasa. Patria pun mengaku hanya tahu bahwa Fikri tinggal bersama istri
dan seorang anaknya di rumah mertuanya.

Berdasarkan
data yang diperoleh dari PA Klungkung, Fikri diketahui pernah bersekolah di
Gianyar dan Semarapura, Klungkung. Pria kelahiran Sumbawa Besar ini memiliki
KTP beralamat di Lab Sumbawa, Labuhan Badas.

Akhirnya
Fikri dijatuhi penjara seumur hidup oleh Pengadilan Negeri (PN) Semarapura pada
Kamis 22 Januari 2015. Duduk sebagai ketua majelis I Gusti Partha Bargawa
dengan hakim anggota Ni Luh Putu Partiwi dan Mayasari Oktavia. Dalam
putusannya, majelis hakim menyatakan terdakwa dinilai terbukti secara sah dan
meyakinkan melakukan perbuatan yang melaggar hukum sesuai dengan didakwakan.

Dari
unsur perencanaan sempat diulas majelis hakim kalau apa yang dilakukan terdakwa
juga terbukti ada unsur perencaaan. Ini dilihat dari ada jeda atau kesempatan
buat terdakwa untuk menghentikan niatnya menghabisi korban Nana.

Dimana
saat korban mengancam akan membunuh istri terdakwa, terdakwa langsung jengkel
dan sempat keluar mengambil tali. Kemudian balik ke kamar korban menemukan Nana
sudah sadar dari pingsan. Karena korban sempat pingsan setelah terdakwa
membenturkan ke tembok. Saat itu, terdakwa mengikuti korban dari belakang
yang hendak bangun kemudian menjeratnya dengan tali.

Terdakwa
juga menarik tali tersebut kuat-kuat sampai korban meninggal. Kemudian terdakwa
menyeret korban ke kamar mandi. Di sana muncul niat terdakwa untuk memutilasi
korban karena tidak mungkin membawa mayat korban keluar dalam kondisi utuh. Majelis
berpendapat ada waktu jeda sekitar 10 menit untuk terdakwa mengubah niatnya
namun pelaku tetap melakukan niatnya untuk membunuh korban, sehingga unsur
perbuatan berencana juga masuk.

Sementara
yang memberatkan perbuatan terdakwa dinilai cukup sadis dan meresahkan
masyarakat. Hakim juga menilai kalau terdakwa dalam keadaan sehat sehingga
mampu menjawab semua pertanyaan majelis hakim dalam persidangan. (TB)

 

   

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!