![]() |
Ist |
Ada
banyak seni tari yang ada di Bali. Mulai dari seni tari wali atau tari yang
menjadi bagian dari upacara, tari bebali atau yang menjadi pengiring upacara,
hingga tari balih-balihan atau tari yang bersifat hiburan. Tari wali ini
merupakan tari yang sakral dan hanya dipentaskan dalam waktu tertentu saat ada
upacara.
Di
Bali ada banyak jenis tari sakral, bahkan setiap desa adat memiliki ciri
khasnya masing-masing. Salah satunya adalah Tari Sutri. Tari Sutri ini
merupakan tarian sakral yang ada di Desa Pakraman Bangun Lemah Kawan dan Bangun
Lemah Kangin, Desa Apuan, Kecamatan Susut, Kabupaten Bangli, Bali.
Tarian
ini adalah tari sakral yang memegang peranan penting dalam kegiatan odalan
besar di desa adat tersebut. Tarian ini hanya bisa ditarikan oleh anak
perempuan yang belum memasuki masa pubertas.
Dilansir
dari Nusa Bali, Bendesa Adat Bangun Lemah Kawan I Ketut Sinah mengatakan jika
Tari Sutri ini sudah ada sejak zaman dahulu. Tarian ini wajib diselenggarakan
pada saat adanya upacara piodalan besar dan hari raya Galungan.
Tari
Sutri ini pun hanya dapat ditarikan oleh anak perempuan yang belum memasuki
masa pubertas, dan untuk dapat melakukan menjadi penari Tari Sutri ini, anak
perempuan tersebut harus melalui sebuah upacara khusus oleh pemangku. Upacara
khusus tersebut menggunakan pejati yang dilaksanakan di Pura Dalem Agung Desa
Apuan. Adapun tujuannya adalah untuk memohon izin dan restu.
Setelah resmi menjadi penari Tari Sutri, anak perempuan ini bisa menarikan tari
ini selama anak tersebut belum pubertas. Mereka akan mengabdikan dirinya untuk
ngayah menarikan tarian ini saat dibutuhkan.
Ia
pun mengatakan, tidak ada patokan usia yang pasti seorang perempuan bisa
menarikan Tari Sutri ini. Karena masa pubertas masing-masing anak berbeda
sehingga batasan usia tidak bisa dipastikan.
Selain
ditarikan saat Galungan, Tari Sutri ini juga ditarikan saat masyarakat membayar
sesangi atau kaul. Semisal jika ada masyarakat yang memohon agar anaknya
sembuh, maka saat melakukan permohonan tersebut akan mesesangi mengadakan Tari
Sutri jika anaknya sembuh. Sehingga saat anaknya sembuh, kaul ini pun dibayar
dengan menggelar pementasan Tari Sutri.
Sementara itu, alat musik yang digunakan untuk mengiringi Tari Sutri ini yakni
angklung yang biasanya dipergunakan pada saat ada kegiatan Pitra Yadnya.
“Anggota sekaa angklungnya berasal campuran masyarakat Desa Adat Bangun Lemah
Kawan dan Bangun Lemah Kangin, saat ini anggotanya berjumlah 22 orang,” kata
Sinah dilansir dari NusaBali.
Sedangkan untuk pakaian yang digunakan untuk menarikan Tari Sutri tersebut
yakni kamen (kain) berwarna hitam, selendang berwarna kuning, dan baju kebaya
kain berwarna putih, dan penari pun wajib menggunakan hiasan kepala yang
berasal dari bunga, dan membawa sebuah kipas. Sarana dan kostum penari wajib
seperti itu, dan tidak boleh warna lain. “Terkait makna dan filosofinya saya
kurang paham, namun sejak dulu peraturannya sudah seperti itu,” imbuhnya.
Tarian ini salah satunya dipentaskan di Pura Dalem Agung Desa Apuan, Susut,
Bangli. Dikatakan bahwa jika tanpa adanya Tari Sutri, Dewa yang berstana di
Pura Dalem Agung Desa Apuan tersebut secara niskala tidak berkenan untuk medal.
Maka dari itu Tari Sutri merupakan suatu tarian yang wajib dilaksanakan pada
saat perayaan hari piodalan besar di Desa Pakraman Bangun Lemah Kawan dan
Bangun Lemah Kangin.
I Ketut Sinah pun menyebutkan bahwa para penari tersebut juga
diperlakukan spesial, dan para orang tua atau orang terdekat lainnya tidak
boleh berperilaku sembarangan terhadap sang penari tersebut. Karena sang penari
sudah mendapat restu dari Dewa yang ada di Pura Dalem Agung Desa Apuan.
Dengan adanya Tari Sutri tersebut masyarakat setempat berharap agar keamanan
desa baik Desa Adat Bangun Lemah Kawan dan Bangun Lemah Kangin dapat terjaga
baik secara sekala maupun niskala. Selain itu, anak perempuan di desa adat
tersebut dapat terus meneruskan tarian yang diwariskan oleh leluhur mereka. (TB)