Unik, di Pura Kuno Ini Ada Bale Kulkul di Batang Pohon Beringin yang Disakralkan, Dahan Beringin Patah Juga Pertanda Musibah

Author:
Share
Sumber: theworldtravelguy.com

Biasanya di kebanyakan pura, bale kulkul akan terletak di
salah satu pojok panyengker pura dan dibuatkan bangunan khusus. Namun ada yang
unik di pura ini, yakni bale kulkul pura terletak di batang pohon beringin yang
disakralkan. Adapun pura ini bernama Pura Kehen di Desa Cempaga, Kecamatan Bangli,
Kabupaten Bangli, Bali.
Pura ini merupakan pura
kuna yang sampai saat ini belum diketahui secara jelas kapan pura ini
didirikan.

Bale kulkul di pura ini berada pada batang pohon beringin
yang berada di jaba pura. Dimana hal ini sangat unik. Bale kulkul yang ada di
pohon beringin ini memiliki ukuran 4 x 5 meter. Dimana pada bale kulkul tersebut
berisi dua buah kulkul kayu.

Konon, Bale Kulkul tersebut sudah ada sejak awal Pura
Kehen berdiri. Tidak ada tangga khusus untuk menaiki bale kulkul tersebut.
Untuk bisa naik dan membunyikan kulkul, petugas harus naik dan berpijak pada
akar pohon beringin. Bale Kulkul ini pun sangat kokoh.

Jika terjadi gempa bumi besar, bale kulkul ini tak akan
terpengaruh oleh getaran gempa tersebut. Bale Kulkul sengaja ditaruh di pohon
beringin agar suaranya bisa didengar warga hingga ke pelosok, karena 
wilayah yang menyungsung pura luas. Pura ini pun hanya dibunyikan pada saat
hari tertentu yang berkaitan dengan kegiatan agama di Pura Kehen ini.

Selain itu, di Pura ini juga terdapat nuansa magis
tentang pohon beringin yang dipercaya, jika batang pohon beringin tersebut ada
yang patah maka akan terjadi grubug (musibah). Kepercayaan di sana mengatakan
letak bagian yang patah juga diyakini sebagai pertanda musibah tertentu akan
melanda orang tertentu.

Misalnya pada saat Raja Bangli meninggal dunia, dahan
pohon beringin yang letaknya di Kaja Kangin (Timur Laut) patah. Kemudian jika
ada pendeta yang meninggal, maka dahan pohon beringin sebelah Kaja Kauh (Barat
Laut) patah. Sedangkan jika bagian yang patah letaknya Kelod Kangin (Tenggara)
dan Kelod Kauh (Barat Daya) maka diyakini akan ada musibah yang menimpa
masyarakat.

Dikutip dari Jurnal Santiaji Pendidikan, Volume 4, Nomor
1, Januari 2014 yang berjudul Persepsi Masyarakat di Balik Mitos Pohon Beringin
di Pura Kehen Desa Adat Cempaga, Kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli disebutkan kepercayaan
terkait pohon beringin ini sudah ada sejak zaman kerajaan Raja Ratu Ida Bhatara
Guru Sri Adhikunti Ketana yang merupakan raja ke-18 yang memimpin Bangli.

Pada saat itu terjadi wabah penyakit yang membuwat
masyarakat Desa Bangli berbondong-bondong meninggalkan tempat tinggalnya,
sehingga Desa Bangli kosong. Ketika itu tercatat lewat Prasasti 705 Bangli,
Pura Kehen C, Raja Ida Bhatara Guru Sri Adhikunti Ketana, tepatnya pada waktu
Krulut, Purnama Kedasa, menitahkan kepada Sri Dhanadhirajalancana dengan
permaisurinya, Paduka Bhatari Sri Dhanadewiketu, agar memanggil memulangkan
kembali warga masyarakat Bangli. Barang siapa yang tidak mau kembali ke Bangli
dan membangun Bangli akan diberikan suatu kutukan.

Pada saat kejadian tersebut masyarakat akhirnya kembali
ke Bangli dan sejak itu pula kepercayaan terkait pohon beringin itu ada dan
berkembang di masyarakat. Sejak zaman itu masyarakat khususnya Bangli sudah
mengenal dan mengetahui tentang mitos pohon beringin yang ada di Pura Kehen
yaitu jika batang pohon beringin tersebut ada yang patah maka akan terjadi
grubug (musibah).

Pertanda yang terjadi lewat pohon beringin di Pura Kehen
sudah pernah terjadi tiga kali. Yang pertama pada tahun 1964, pada saat itu
Raja Bangli yang terakhir yaitu Anak Agung Ngurah meninggal dunia, dahan pohon
beringin yang patah adalah di sebelah selatan karena tempat tinggal beliau di
selatan Pura Kehen Bangli. Kejadian yang kedua terjadi pada tahun 1976 pada
saat itu yang meninggal adalah Ida Pedande Gede Tajung dari Griya Mangis, dahan
pohon beringin yang patah adalah disebelah kaja kangin (Timur Laut) karena
tempat tinggal beliau disebelah timur laut Pura Kehen Bangli.

Dan kemudian yang terakhir adalah tahun 1980, pada saat
itu yang meninggal dunia adalah prajuru adat bebanuan yang bernama Made Bawa,
sebelum beliau meninggal dahan pohon beringin yang patah adalah disebelah timur
karena tempat tinggal beliau di bagian timur Pura Kehen. Dimanapun arah dahan
pohon beringin itu patah pasti yang akan meninggal adalah yang memiliki tempat
tinggal atau rumah yang sesuai dengan arah patahnya dahan pohon beringin
tersebut. Sejak kejadian tersebut kepercayaan masyarakat akan hal tersebut
semakin kuat.
(TB)

   

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!