Haturkan Persembahan untuk Sang Kala Tiga Bhucari saat Kajeng Kliwon

Author:
Sumber; https://pixabay.com
Kajeng
Kliwon merupakan hari raya Hindu yang dilaksanakan setiap 15 hari sekali berdasarkan
perhitungan kalender Bali. Hari Raya ini merupakan pertemuan antara Tri Wara
yakni Kajeng dengan Pancawara yakni Kliwon. Biasanya umat Hindu merayakannya
dengan melakukan persembahyangan di merajan masing-masing.
I
Gede Sutarya dalam Bangli
Explore Pariwisata Budaya, Agama dan Spiritual
 mengatakan saat
Kajeng Kliwon, umat biasanya mengaturkan tipat dampulan (ketupat besar), tipat
kelanan (tipat yang lebih kecil berjumlah enam buah) dan ada juga yang
mengaturkan tipat gong (ketupat yang bentuknya seperti gong). Semua katupat ini
dilengkapi dengan taluh bakasem (telur asin). “Semua upacara tersebut
dipersembahkan kepada panunggun karang (penjaga pakarangan),” katanya.
Sutarya
juga menuliskan, saat Kajeng kliwon, umat biasanya melakukan upacara bhuta
yadnya. Hal dikarenakan orang Bali percaya jika Kajeng Kliwon merupakan hari
untuk bhuta kala. Dahulu,  saat Kajeng Kliwon biasanya masyarakat
takut ke luar rumah sebab mereka tak jarang menemukan makhluk-makhluk gaib.
“Mereka masih percaya bahwa jika ingin melihat mahluk halus, berjalanlah
malam hari tepat Kajeng Kliwon,” tulisnya.
Selain
itu, sesuai dengan filsafat Hindu di Bali, Kajeng Kliwon memang bermakna waktu
kematian. Kajeng Kliwon adalah perpaduan hari yang berada di pertengahan,
Kajeng berada di tengah dan Kliwon juga berada di tengah. “Tengah merupakan
posisi Dewa Shiwa, yang merupakan dewa pelebur. Sakti dari dewa ini adalah Dewi
Durga yang merupakan dewi kematian. Jadi, posisi tengah adalah posisi kematian
menurut kepercayaan Hindu di Bali. Sebab, kematian, menurut umat Hindu,
bukanlah akhir tetapi tengah perjalanan menuju kehidupan yang lain,” imbuhnya.
Menurut
Sutarya, saat inilah para bhuta kala akan mengganggu, menarik sang roh untuk
lahir kembali bahkan bisa menariknya lebih bawah daripada itu. Karena itu, umat
diajarkan untuk waspada saat hari-hari seperti ini.
Dosen
Fakultas Teknik Jurusan Teknik Arsitektur Unwar, I Wayan Runa dalam artikelnya Pengaruh Budaya (Agenda Kegiatan)
Masyarakat, Dalam Pengungkapan Sistem Desa Tenganan
menyebutkan hari
terpenting dari siklus tiga hari adalah hari ketiga yaitu Kajeng, dan hari
terpenting dari siklus lima hari adalah hari kelima yaitu Kliwon. Kajeng dan
Kliwon terjadi pada hari kalender yang sama sesetiap 3 x 5 = 15 hari. Dan
Kajeng Kliwon ini juga dianggap sebagai hari terpenting dalam Kalender
Tenganan.
Pada
Lontar Sundarigama disebutkan Nihan taya
amanah, kunang ring panca terane, semadi Bhatara Siwa, sayogia wong anadaha
tirtha gocara, ngaturaken wangi ring sanggar, muang luwuring paturon maneher
menganing akna cita. Wehana sasuguh ring natar umah, sanggar, ring dengen,
dening sega kepel duang kepel dadi atanding, wehakna ada telung tanding,
iwaknia bawang jae. Kang sinambat ring natar, Sang Kala Bucari. Ring sanggar
Bhuta Bucari. Ne ring dengen, Sang Durga Bucari Ika pada wehana labaan, nangken
kaliyon, kinon rumaksa umah, nimitania. Pada anemu sadia rahayu. Kunang yan
kala biyantara keliyon, pakerti tunggal kayeng lagi.
Berarti,
ketika Pancawara Kliwon, merupakan saat beryoganya Bhatara Siwa. Umat saat ini
melakukan penyucian dengan menghaturkan wangi-wangian pada merajan, dan diatas
tempat tidur. Selain itu, di halaman rumah, halaman merajan dan pintu keluar
masuk pekarangan rumah, juga mempersembahkan segehan kepel sebanyak dua kepel
yang dibuat dalam satu tandingan. Di setiap tempat itu, juga disuguhkan tiga
tanding segehan kepel yakni di halaman merajan untuk Sang Bhuta Bhucari, di
pintu keluar masuk untuk Sang Durgha Bhucari, serta di halaman rumah untuk Sang
Kala Bhucari.
Lebih
lanjut, dalam lontar tersebut disebutkan, kadi
ring keliyon nemu atutan kewala tambahane sega warna limang warna, dadi awadah,
ring dengen juga genahing caru ika, ika sanding lawang ring luur, aturane
canang lenga wangi burat wangi, canang gantal, astawakna ring Durga Dewam, ne
ring sor, ring Durga Bucari, Kala Bucari buta Bucari, palania ayu paripurna
sira aumah, yania tan asiti mangkana I Buta Bucari, aminta nugeraha ring
Bhatari Durga Dewem, mangerubadin sang maumah, angadakakan desti, aneluh
anaranjana, mangawe gering sasab merana, apasang pengalah, pamunah ring sang
maumah, muang sarwa Dewa kabeh, wineh kinia katadah da waduanira Sang Hyang
Kala, nguniweh sewaduanire Dewi Durga, tuhunia mangkana, ayua sira alpa ring
wuwus manai.
Ini
berarti, sarana upakara saat Kajeng Kliwon sama dengan saat Pancawara Kliwon,
namun ada tambahan berupa segehan manca warna (lima warna) lima
tanding. Pada samping kori sebelah atas dihaturkan canang wangi-wangi,
burat wangi, canang yasa, dan yang dipuja ialah Hyang Durga Dewi.
Menurut
lontar tersebut, jika hal itu tidak dilakukan, Sang Kala Tiga Bhucari akan
memohon penugrahan kepada Bhatara Durga Dewi untuk mengganggu penghuni rumah,
dengan jalan mengadakan gering atau penyakit dan mengundang kekuatan black
magic, segala merana, mengadakan pemalsuan, yang merajalela di rumah. Hal ini
akan mengakibatkan perginya para Dewata dan akan memberi kesempatan para
penghuni rumah untuk ditadah (disantap) oleh Sang Hyang Kala bersama-sama
dengan abdi Bhatara Durga. 
I.
B. Suparta Ardhana dalam Pokok-pokok
Wariga
menyebutkan ada jenis Kajeng Kliwon Uwudan dan Kajeng Kliwon
Enyitan. Kajeng Kliwon Uwudan merupakan hari baik untuk menghidupkan ilmu hitam
atau pengiwa, sedangkan Kajeng Kliwon Enyitan merupakan hari baik untuk membuat
sasikepan (jimat) atau sesuatu yang berkekuatan gaib. Kajeng Kliwon Uwudan ini
adalah Kajeng Kliwon yang diperingati setelah Purnama, sedangkan Kajeng Kliwon
Enyitan dilaksanakan setelah Tilem. Juga ada Kajeng Kliwon Pamelastali yang
jatuh pada Minggu Wuku Watugunung.
Sedangkan
Jro Mangku I Wayan Satra sebagaimana yang dikutip dari Bali
Express
 mengatakan saat malam Kajeng Kliwon sering dianggap sebagai
hari sangkep-nya (rapatnya) Leak di Bali. “Penganut aji Pangliyakan akan
berkumpul mengadakan puja bakti bersama untuk memuja Shiva, Durga, dan
Bhairawi. Ritual Kajeng Kliwon ini  biasanya dilaksanakan di Pura Dalem,
Pura Prajapati atau di Kuburan atau uluning setra, pemuwunan,” katanya. (TB)
Pembahasan
tentang hari raya lainnya baca di sini

   

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!