![]() |
Ilustrasi. Sumber Foto; forumstudimajapahit.com |
Sabtu
pagi, seorang warga Denpasar telah memandikan anjing miliknya. Setelah
dimandikan anjing jenis pudel tersebut diisi pakaian dan udeng layaknya manusia
yang akan sembahyang. Kemudian anjing ini diupacarai dengan banten. Pelaksanaan
ini bertepatan dengan Tumpek Kandang yang dirayakan setiap enam bulan atau 210
hari sekali.
pagi, seorang warga Denpasar telah memandikan anjing miliknya. Setelah
dimandikan anjing jenis pudel tersebut diisi pakaian dan udeng layaknya manusia
yang akan sembahyang. Kemudian anjing ini diupacarai dengan banten. Pelaksanaan
ini bertepatan dengan Tumpek Kandang yang dirayakan setiap enam bulan atau 210
hari sekali.
Tumpek
Kandang ini dirayakan setiap Sabtu (Saniscara) Kliwon Wuku Uye. Beberapa
sebutan lain untuk Tumpek Kandang yakni Tumpek Wewalungan atau Tumpek Uye. Ni
Putu Sri Wahyuni dalam Tumpek Kandang
Sebagai Sarana Pelestarian Ternak yang dimuat dalam Prosiding Seminar:
Local Genius dalam Perspektif Kebijakan
Publik, Hukum, Manajemen, Pertanian dan
Pendidikan Oktober 2015 Uiversitas
Panji Sakti Buleleng menuliskan, dalam perhitungan kalender Pawukon Bali,
Tumpek Uye adalah Tumpek kelima dari enam jenis Tumpek yang ada yakni Tumpek
Landep, Tumpek Wariga, Tumpek Kuningan, Tumpek Krulut, Tumpek Uye, dan Tumpek
Wayang.
Kandang ini dirayakan setiap Sabtu (Saniscara) Kliwon Wuku Uye. Beberapa
sebutan lain untuk Tumpek Kandang yakni Tumpek Wewalungan atau Tumpek Uye. Ni
Putu Sri Wahyuni dalam Tumpek Kandang
Sebagai Sarana Pelestarian Ternak yang dimuat dalam Prosiding Seminar:
Local Genius dalam Perspektif Kebijakan
Publik, Hukum, Manajemen, Pertanian dan
Pendidikan Oktober 2015 Uiversitas
Panji Sakti Buleleng menuliskan, dalam perhitungan kalender Pawukon Bali,
Tumpek Uye adalah Tumpek kelima dari enam jenis Tumpek yang ada yakni Tumpek
Landep, Tumpek Wariga, Tumpek Kuningan, Tumpek Krulut, Tumpek Uye, dan Tumpek
Wayang.
Tumpek
Kandang merupakan ritual atau upacara yang berkaitan dengan eksistensi binatang
secara keseluruhan. Pada upacara Tumpek Kandang itu dihaturkan serangkaian
sesaji kehadapan Tuhan, Sang Pencipta, yang telah menciptakan binatang sebagai
teman manusia. I Made Nitis dalam Peternakan Berwawasan
Kebudayaan dan Agama Hindu mendefinisikan Tumpek Kandang
sebagai upacara (ritual) yang dilakukan oleh pemelihara ternak kepada Betara
Pasupati, dengan tujuan agar ternak yang dipelihara tidak kena penyakit dan
tetap berproduksi.
Kandang merupakan ritual atau upacara yang berkaitan dengan eksistensi binatang
secara keseluruhan. Pada upacara Tumpek Kandang itu dihaturkan serangkaian
sesaji kehadapan Tuhan, Sang Pencipta, yang telah menciptakan binatang sebagai
teman manusia. I Made Nitis dalam Peternakan Berwawasan
Kebudayaan dan Agama Hindu mendefinisikan Tumpek Kandang
sebagai upacara (ritual) yang dilakukan oleh pemelihara ternak kepada Betara
Pasupati, dengan tujuan agar ternak yang dipelihara tidak kena penyakit dan
tetap berproduksi.
Dikatakannya,
Tumpek Kandang merupakan jenis upacara Bhuta Yadnya, yakni upacara untuk
menyomyakan bhuta kala dan sumber daya alam termasuk ternak dan tanaman. “Definisi
konseptual dari tumpek kandang adalah suatu jenis upacara yang diselenggarakan
oleh peternak atas eksistensi ternak yang tercipta, dengan tujuan agar ternak
yang dipelihara tetap sehat dan berproduksi,” tulisnya.
Tumpek Kandang merupakan jenis upacara Bhuta Yadnya, yakni upacara untuk
menyomyakan bhuta kala dan sumber daya alam termasuk ternak dan tanaman. “Definisi
konseptual dari tumpek kandang adalah suatu jenis upacara yang diselenggarakan
oleh peternak atas eksistensi ternak yang tercipta, dengan tujuan agar ternak
yang dipelihara tetap sehat dan berproduksi,” tulisnya.
Ni
Made Ayu Gemuh Rasa Astiti dalam Sapi
Bali dan Pemasarannya menuliskan, Tumpek Kandang bermakna kasih sayang
kepada satwa (hewan) yang juga merupakan hari selamatan binatang-binatang
piaraan (binatang yang dikandangkan) atau binatang ternak (wewalungan).
Made Ayu Gemuh Rasa Astiti dalam Sapi
Bali dan Pemasarannya menuliskan, Tumpek Kandang bermakna kasih sayang
kepada satwa (hewan) yang juga merupakan hari selamatan binatang-binatang
piaraan (binatang yang dikandangkan) atau binatang ternak (wewalungan).
Untuk
sarana upakaranya, ia membaginya sesuai dengan golongan binatang. Untuk selamatan
bagi sapi, kerbau, gajah, kuda, dan semacamnya dibuatkan bebanten berupa tumpeng
tetebasan, panyeneng, sesayut dan canang raka. Banten bagi babi dan sejenisnya
berupa tumpeng canang raka, penyeneng, ketipat dan belayag. Dan banten sebangsa
unggas berupa bermacam-macam ketupat sesuai dengan nama atau unggas itu
dilengkapi dengan penyeneng, tetebus dan kembang payas. Selain itu, di merajan
juga dilakukan persembahyangan kehadapan Sang Rare Angon dengan persembahan
berupa suci, peras, daksina, penyeneng, canang lenga wangi, burat wangi dan
pesucian.
sarana upakaranya, ia membaginya sesuai dengan golongan binatang. Untuk selamatan
bagi sapi, kerbau, gajah, kuda, dan semacamnya dibuatkan bebanten berupa tumpeng
tetebasan, panyeneng, sesayut dan canang raka. Banten bagi babi dan sejenisnya
berupa tumpeng canang raka, penyeneng, ketipat dan belayag. Dan banten sebangsa
unggas berupa bermacam-macam ketupat sesuai dengan nama atau unggas itu
dilengkapi dengan penyeneng, tetebus dan kembang payas. Selain itu, di merajan
juga dilakukan persembahyangan kehadapan Sang Rare Angon dengan persembahan
berupa suci, peras, daksina, penyeneng, canang lenga wangi, burat wangi dan
pesucian.
Sementara
dalam Lontar Sundarigama disebutkan:
dalam Lontar Sundarigama disebutkan:
Uye, Saniscara Kliwon, Tumpek Kandang,
pakerti ring sarwa sato, patik wenang paru hana upadanania, yan ia sapi, kebo,
asti, saluwir nia sato raja. Kalingania iking widhana ring manusa, amarid
saking Sang Hyang Rare Angon, wenang ayabin, pituhun ya ring manusa,
sinukmaning sato, paksi, mina, ring raganta wawalungan, Sang Hyang Rare Angon,
sariranira utama. Widi-widanania, suci, daksina, peras, penek ajuman sodaan
putih kuning, canang lenga-wangi burat wangi, penyeneng pasucian, astewakne
ring sanggar, pengarcane ring sang Hyang Rare Angon. Kunang ring sarwa pasu,
patik wenang ane pengacinia, yan sopi kebo, widi-widanania, tumpeng sesayut
abesik, penyeneng, reresik, jarimpen canang raka, yan bawi lua, tipat belekok,
yan sarwa paksi, sato, itik, angsa, puter, titiran, saluwiring tipat sida
purna, tipat bagia, tipat pandawe, dulurane penyeneng tatenus.
pakerti ring sarwa sato, patik wenang paru hana upadanania, yan ia sapi, kebo,
asti, saluwir nia sato raja. Kalingania iking widhana ring manusa, amarid
saking Sang Hyang Rare Angon, wenang ayabin, pituhun ya ring manusa,
sinukmaning sato, paksi, mina, ring raganta wawalungan, Sang Hyang Rare Angon,
sariranira utama. Widi-widanania, suci, daksina, peras, penek ajuman sodaan
putih kuning, canang lenga-wangi burat wangi, penyeneng pasucian, astewakne
ring sanggar, pengarcane ring sang Hyang Rare Angon. Kunang ring sarwa pasu,
patik wenang ane pengacinia, yan sopi kebo, widi-widanania, tumpeng sesayut
abesik, penyeneng, reresik, jarimpen canang raka, yan bawi lua, tipat belekok,
yan sarwa paksi, sato, itik, angsa, puter, titiran, saluwiring tipat sida
purna, tipat bagia, tipat pandawe, dulurane penyeneng tatenus.
Artinya,
saat Saniscara Uye merupakan Tumpek Kandang untuk mengupacarai
semua jenis binatang baik ternak maupun binatang lainnya. Upacaranya untuk
sapi, kerbau, gajah, dan binatang besar lainnya. Upacara maupun bantennya
sama seperti mengupacarai manusia karena binatang-binatang itu dijiwai oleh
Sang Hyang Rare Angon. Manusia itu adalah makhluk utamanya daripada
binatang-binatang seperti, burung, ikan, dan sebagainya, demikianlah Sang Hyang
Rare Angon menjadikan sarwa binatang sebagai badan utama Beliau.
saat Saniscara Uye merupakan Tumpek Kandang untuk mengupacarai
semua jenis binatang baik ternak maupun binatang lainnya. Upacaranya untuk
sapi, kerbau, gajah, dan binatang besar lainnya. Upacara maupun bantennya
sama seperti mengupacarai manusia karena binatang-binatang itu dijiwai oleh
Sang Hyang Rare Angon. Manusia itu adalah makhluk utamanya daripada
binatang-binatang seperti, burung, ikan, dan sebagainya, demikianlah Sang Hyang
Rare Angon menjadikan sarwa binatang sebagai badan utama Beliau.
Banten
untuk ternak jantan yaitu tumpeng, sesayut 1, panyeneng, reresik, jerimpen,
canang raka, sedangkan banten untuk ternak betina sama seperti ternak jantan
hanya ditambah ketipat belekok blayag, pesor dan untuk bangsa burung atau
unggas yaitu ketupat kedis, ketupat sidha purna, bagia, penyeneng, tetebus
kembang payas.
untuk ternak jantan yaitu tumpeng, sesayut 1, panyeneng, reresik, jerimpen,
canang raka, sedangkan banten untuk ternak betina sama seperti ternak jantan
hanya ditambah ketipat belekok blayag, pesor dan untuk bangsa burung atau
unggas yaitu ketupat kedis, ketupat sidha purna, bagia, penyeneng, tetebus
kembang payas.
Sementara
dalam Sarasamuscaya disebutkan Ayuwa tan
masih ring sarwa prani, apan prani ngaran prana. Artinya jangan tidak
sayang kepada binatang, karena binatang atau makhluk adalah kekuatan alam. Oleh
karena itu semua manusia harus memiliki kasih sayang kepada semua makhluk termasuk
binatang. (TB)
dalam Sarasamuscaya disebutkan Ayuwa tan
masih ring sarwa prani, apan prani ngaran prana. Artinya jangan tidak
sayang kepada binatang, karena binatang atau makhluk adalah kekuatan alam. Oleh
karena itu semua manusia harus memiliki kasih sayang kepada semua makhluk termasuk
binatang. (TB)