Pada puncak bulan bulat penuh atau saat sukla
paksa disebutlah purnama. Sebagaimana tilem, purnama juga dirayakan setiap 30
hari sekali tepatnya pada pananggal ke-15. Penanggal ini bermakna suatu
perkembangan menuju ke arah kebaikan dan berpuncak saat purnama. Dan kebalikan
dari tilem, saat terjadinya purnama, air laut akan surut.
paksa disebutlah purnama. Sebagaimana tilem, purnama juga dirayakan setiap 30
hari sekali tepatnya pada pananggal ke-15. Penanggal ini bermakna suatu
perkembangan menuju ke arah kebaikan dan berpuncak saat purnama. Dan kebalikan
dari tilem, saat terjadinya purnama, air laut akan surut.
Dalam tradisi masyarakat Bali, purnama selalu
dirayakan dengan istimewa. Masyarakat akan melakukan persembahyangan ke pura
dengan membawa sesajen baik banten maupun canang sari untuk dihaturkan pada
pelinggih.
dirayakan dengan istimewa. Masyarakat akan melakukan persembahyangan ke pura
dengan membawa sesajen baik banten maupun canang sari untuk dihaturkan pada
pelinggih.
Terkait pelaksanaan purnama ini, dalam Lontar
Sundarigama disebutkan, mwah hana
pareresiknira Sang Hyang Rwa Bhineda, makadi Sang Hyang Surya Candra, yatika
nengken purnama mwang tilem, ring purnama Sang Hyang Ulan mayoga, yan ring
tilem Sang Hyang Surya Mayoga. Samana ika sang purohita, tkeng janma pada
sakawanganya, wnang mahening ajnana, aturakna wangi-wangi, canang nyasa maring
sarwa dewa, pamalakunya, ring sanggat parhyangan, laju matirta gocara, puspa
wangi.
Sundarigama disebutkan, mwah hana
pareresiknira Sang Hyang Rwa Bhineda, makadi Sang Hyang Surya Candra, yatika
nengken purnama mwang tilem, ring purnama Sang Hyang Ulan mayoga, yan ring
tilem Sang Hyang Surya Mayoga. Samana ika sang purohita, tkeng janma pada
sakawanganya, wnang mahening ajnana, aturakna wangi-wangi, canang nyasa maring
sarwa dewa, pamalakunya, ring sanggat parhyangan, laju matirta gocara, puspa
wangi.
Artinya ada lagi hari penyucian diri bagi
Dewa Matahari dan Dewa Bulan yang juga disebut Sang Hyang Rwa Bhineda, yaitu
saat tilem dan purnama. Saat purnama adalah payogan Sang Hyang Wulan (Candra),
sedangkan saat tilem Sang Hyang Surya yang beryoga. Purnama juga merupakan hari
penyucian diri lahir batin. Oleh karena itu, semua orang wajib melakukan
penyucian diri secara lahir batin dengan mempersembahkan sesajen berupa canang
wangi-wangi, canang yasa kepada para dewa, dan pemujaan dilakukan di Sanggah
dan Parahyangan, yang kemudian dilanjutkan dengan memohon air suci.
BACA JUGA: Mengenal Hari Berek Tawukan, Tak Diperkenankan Melakukan Pemujaan
Dewa Matahari dan Dewa Bulan yang juga disebut Sang Hyang Rwa Bhineda, yaitu
saat tilem dan purnama. Saat purnama adalah payogan Sang Hyang Wulan (Candra),
sedangkan saat tilem Sang Hyang Surya yang beryoga. Purnama juga merupakan hari
penyucian diri lahir batin. Oleh karena itu, semua orang wajib melakukan
penyucian diri secara lahir batin dengan mempersembahkan sesajen berupa canang
wangi-wangi, canang yasa kepada para dewa, dan pemujaan dilakukan di Sanggah
dan Parahyangan, yang kemudian dilanjutkan dengan memohon air suci.
BACA JUGA: Mengenal Hari Berek Tawukan, Tak Diperkenankan Melakukan Pemujaan
Ida Bagus Rai, dalam Hari Purnama-Tilem: Tinjauan dari Segi Filsafat, Etika dan Upacara
yang dimuat dalam Majalah Widyasrama (Majalah Ilmiah Universitas Dwijendra
Denpasar, Agustus 2013) menuliskan saat purnama ini merupakan hari baik untuk
melaksanakan upacara dewa yadnya, rsi yadnya, pitra yadnya maupun manusa
yadnya. Pada hari ini juga hari yang baik untuk melakukan tapa, brata, yoga,
samadhi. Juga untuk memperdalam ajaran agama dengan jalan membaca kitab suci,
karya sastra, maupun dharmatula.
yang dimuat dalam Majalah Widyasrama (Majalah Ilmiah Universitas Dwijendra
Denpasar, Agustus 2013) menuliskan saat purnama ini merupakan hari baik untuk
melaksanakan upacara dewa yadnya, rsi yadnya, pitra yadnya maupun manusa
yadnya. Pada hari ini juga hari yang baik untuk melakukan tapa, brata, yoga,
samadhi. Juga untuk memperdalam ajaran agama dengan jalan membaca kitab suci,
karya sastra, maupun dharmatula.
Rai menuliskan, secara fisik serta simbolik
saat purnama masyarakat melakukan penyucian dengan melukat, sementara secara
kongkrit dilakukan dengan perbuatan yang tulus serta suci dalam segala hal yang
bersifat pengabdian dan bakti untuk mencapai kesejahteraan dan hubungan
harmonis dengan Tuhan, sesama, dan alam.
saat purnama masyarakat melakukan penyucian dengan melukat, sementara secara
kongkrit dilakukan dengan perbuatan yang tulus serta suci dalam segala hal yang
bersifat pengabdian dan bakti untuk mencapai kesejahteraan dan hubungan
harmonis dengan Tuhan, sesama, dan alam.
Seseorang yang melakukan perbuatan baik pada
saat purnama, perbuatannya akan mendapatkan pahala yang berlipat-lipat. Saat purnama
umat Hindu juga dilarang melakukan yang dilarang agama seperti melakukan hubungan
suami istri atau sanggama. Bila ketentuan tersebut dilanggar maka akan dapat
berkibat buruk pada watak dan tabiat anak yang akan lahir dan hubungan badan
tersebut. “Seorang yogi/ahli yoga pernah mengatakan, bahwa bila seseorang
melakukan hubungan intim saat purnama maka ojas (sumber kecerdasan, red) yang
terdapat di dalam otak atau kepalanya akan ditarik keluar oleh kekuatan alam
sehingga mengakibatkan seseorang bisa kehilangan kecerdasannya,” tulis Rai.
BACA JUGA: Saat Tilem Pantang Melakukan Hubungan Suami-Istri
saat purnama, perbuatannya akan mendapatkan pahala yang berlipat-lipat. Saat purnama
umat Hindu juga dilarang melakukan yang dilarang agama seperti melakukan hubungan
suami istri atau sanggama. Bila ketentuan tersebut dilanggar maka akan dapat
berkibat buruk pada watak dan tabiat anak yang akan lahir dan hubungan badan
tersebut. “Seorang yogi/ahli yoga pernah mengatakan, bahwa bila seseorang
melakukan hubungan intim saat purnama maka ojas (sumber kecerdasan, red) yang
terdapat di dalam otak atau kepalanya akan ditarik keluar oleh kekuatan alam
sehingga mengakibatkan seseorang bisa kehilangan kecerdasannya,” tulis Rai.
BACA JUGA: Saat Tilem Pantang Melakukan Hubungan Suami-Istri
Sementara IBG Agastia dalam Siwa Smreti menuliskan bulan atau candra
biasanya digunakan untuk menjelaskan kehadiran Sang Pencipta. Seperti dalam kakawin
Arjuna Wiwaha gubahan Mpu Kanwa menuliskan; sasi
wimba haneng gatha mesi banyu; ndan asing suci nirmala mesi wulan; iwa mangkana
rakwa kiteng kadadin; ring angambeki yoga kiteng sakala. “Di sini Mpu Kanwa
menegaskan bahwa bayangan bulan terdapat di dalam setiap tempayan yang berisi
air yang bening dan suci; dan seperti itulah Hyang Siwa ada pada setiap orang
yang memiliki pikiran yang suci, setiap orang yang melaksanakan yoga yang
benar,” tulis Agatia.
biasanya digunakan untuk menjelaskan kehadiran Sang Pencipta. Seperti dalam kakawin
Arjuna Wiwaha gubahan Mpu Kanwa menuliskan; sasi
wimba haneng gatha mesi banyu; ndan asing suci nirmala mesi wulan; iwa mangkana
rakwa kiteng kadadin; ring angambeki yoga kiteng sakala. “Di sini Mpu Kanwa
menegaskan bahwa bayangan bulan terdapat di dalam setiap tempayan yang berisi
air yang bening dan suci; dan seperti itulah Hyang Siwa ada pada setiap orang
yang memiliki pikiran yang suci, setiap orang yang melaksanakan yoga yang
benar,” tulis Agatia.
Danghyang Nirarta juga melukiskan kehadiran
Sang Pencipta lewat bulan dalam kakawin Dharmasunya. Kadi sasadara wimba ning dyun mesi jala suci; sahana hana nikang dyun
byakta teka kinahanan; wulantana sira waswas tunggal ring ghata sawiji; dinele
ri ruhur anghin tunggal hyang sasi sumeno. Ini bermakna seperti bayangan
bulan pada tempayan yang berisi air yang suci dan jernih, semua tempayan
tersebut ditempati-Nya. Pada setiap tempayan itu ada satu bayangan bulan, bila
ada seribu tempayan, maka ada seribu bayangan bulan. Namun lihatlah ke atas,
sejatinya hanya ada satu bulan, yang bersinar cemerlang.
Sang Pencipta lewat bulan dalam kakawin Dharmasunya. Kadi sasadara wimba ning dyun mesi jala suci; sahana hana nikang dyun
byakta teka kinahanan; wulantana sira waswas tunggal ring ghata sawiji; dinele
ri ruhur anghin tunggal hyang sasi sumeno. Ini bermakna seperti bayangan
bulan pada tempayan yang berisi air yang suci dan jernih, semua tempayan
tersebut ditempati-Nya. Pada setiap tempayan itu ada satu bayangan bulan, bila
ada seribu tempayan, maka ada seribu bayangan bulan. Namun lihatlah ke atas,
sejatinya hanya ada satu bulan, yang bersinar cemerlang.
Saat purnama, juga merupakan hari yang baik
untuk melakukan dana punia atau bersedekah. Dalam Sarasamuscaya, sloka 262 disebutkan;
ekenamcena dharmarthah kartavyo
bhutimicchata, ekenamcena kamartha ekamamcam vivir ddhayet. Artinya, harta
kekayaan hendaknya dibagi tiga, masing-masing 33% setiap bagian. Satu bagian
untuk mencapai dharma (beryadnya atau berdana punia), satu bagian
untuk memenuhi kama (sandang, pangan, papan, hiburan dan kesehatan),
dan satu bagian lagi untuk tabungan (investasi) atau modal usaha
untuk dikembangkan lagi.
untuk melakukan dana punia atau bersedekah. Dalam Sarasamuscaya, sloka 262 disebutkan;
ekenamcena dharmarthah kartavyo
bhutimicchata, ekenamcena kamartha ekamamcam vivir ddhayet. Artinya, harta
kekayaan hendaknya dibagi tiga, masing-masing 33% setiap bagian. Satu bagian
untuk mencapai dharma (beryadnya atau berdana punia), satu bagian
untuk memenuhi kama (sandang, pangan, papan, hiburan dan kesehatan),
dan satu bagian lagi untuk tabungan (investasi) atau modal usaha
untuk dikembangkan lagi.
Terkait pahala yang diperoleh dari berdana
punia dalam Sarasamuccaya sloka 169 dikatakan; na mata na pita kincit kasyacit pratipadyate, danapathyodano
jantuh svakar-maphalamacnute. Artinya, barang siapa yang memberikan dana
punia maka ia sendirilah yang akan menikmati buah (pahala) dan kebajikannya
itu. (TB)
punia dalam Sarasamuccaya sloka 169 dikatakan; na mata na pita kincit kasyacit pratipadyate, danapathyodano
jantuh svakar-maphalamacnute. Artinya, barang siapa yang memberikan dana
punia maka ia sendirilah yang akan menikmati buah (pahala) dan kebajikannya
itu. (TB)