net. |
Pura
di Lombok, Nusa Tenggara Barat ini memperlihatkan kerukunan beragama antara
umat Hindu dengan Islam. Namanya adalah Pura Lingsar yang berada di Desa
Lingsar, Kecamatan Narmada, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat. Pura
Lingsar ini terletak sekitar 8 Kilometer dari Kota Mataram, dengan lama
perjalanan sekitar 20 Menit.
Dikutip
dari website resmi Kabupaten Lombok Barat disebutkan jika pura ini diusung oleh dua umat yakni Hindu dan Islam sesuai
persepsi dan versi keyakinan agama masing-masing. Nama Pura dan Kemaliq
Lingsar ini mulai muncul ketika orang Bali pertama kali datang ke Lombok.
Rombongan
orang Bali tersebut berasal dari Karangasem yang jumlahnya kurang lebih 80
orang. Kedatangan mereka mendarat di pantai Barat dekat Gunung Pengsong,
Lombok Barat. Dari Gunung Pengsong rombongan tersebut melanjutkan perjalanan ke
Perampuan, lalu ke Pagutan kemudian ke Pagesangan.
Dari
Pagesangan, rombongan berjalan kaki tetapi belum menemukan tanda. Sesampai
rombongan di daerah Punikan, seluruh anggota rombongan merasa haus dan lapar
sehingga beristirahat untuk makan minum. Setelah selesai makan tiba-tiba
ada suara seperti letusan dan bergemuruh.
Kemudian
mereka mencari asal suara tersebut yang ternyata adalah sebuah mata air yang
baru meletus, lalu ada wahyu mengatakan kalau sudah menguasai Lombok maka
buatlah Pura disini. Kemudian luapan air itu diberi nama Ai’ Mual yang
artinya air yang mengalir. Selanjutnya nama Ai’ Mual berubah
menjadi Lingsar.
Lingsar
berasal dari kata Ling, yang artinya wahyu atau sabda dan Sar yang
artinya syah atau jelas. Jadi Lingsar artinya wahyu yang jelas. Sedangkan
sumber mata airnya terletak tidak jauh dari daerah tersebut, dan diberi
nama Ai’ Mual yang letaknya di sebelah timur Lingsar.
Pembangunan
Pura dan Kemaliq Lingsar diduga dilakukan pada tahun 1759, yaitu tahun
berakhirnya kekuasaan Mataram yang pada waktu itu berpusat di Cakranegara. Pembangunan
Pura Lingsar dilakukan oleh Raja Ketut Karangasem Singosari. Hal ini dimaksudkan
untuk menyatukan secara batiniah masyarakat Sasak dengan masyarakat Bali. Pura
Lingsar dibangun berdampingan dengan Kemaliq Lingsar yang merupakan
tempat pemujaan masyarakat Sasak.
Jauh
sebelumnya di lokasi ini masyarakat Sasak telah melakukan pemujaan terhadap
sumber mata air yang mereka sebut Kemaliq. Kemaliq berasal dari
kata maliq dalam bahasa Sasak yang artinya keramat atau suci. Sumber
mata air yang ada di Kemaliq ini oleh masyarakat Sasak dikeramatkan atau
disucikan karena tempat tersebut mereka yakini sebagai tempat hilangnya (moksa) seorang
penyiar Agama Islam Wetu Telu yang bernama Raden Mas Sumilir dari Kerajaan
Medayin.
Keberadaan
ajaran Islam Wetu Telu di daerah Lingsar ini berasal dari Jawa melalui Bayan,
atas instruksi Sunan Pengging dari Jawa Tengah pada permulaan abad XVI. Islam
Waktu Telu ini adalah sinkritisme Hindu – Islam. Sumber ajarannya berasal dari
ajaran Sunan Kalijaga. Sinkritisme ini dalam kepercayaan mistik merupakan
kombinasi dari Hindu (Adwaita) dengan Islam (Sufisme), dengan ajaran
pantheisme.
Bagian
bangunan bagi masyarakat Hindu dinamakan Gaduh, yang artinya Pura. Bagian
bangunan bagi masyarakat penganut Wetu Telu dinamakan Kemaliq, yang artinya
keramat. Gaduh dan Kemaliq ini boleh dipakai kapan saja menurut keperluan
agamanya masing-masing, tetapi hanya sekali setahun harus diadakan upacara
bersama, yaitu Perang Topat. Perang Topat adalah suatu kegiatan upacara dalam
bentuk perang-perangan dan topat atau ketupat sebagai senjata yang dipakai
dengan cara saling lempar dengan sesama teman.
Perang
Topat diadakan sebelum menanam padi tetapi setelah datangnya musim hujan.
Maksud dari acara ini adalah untuk mengembalikan hasil tanah (berupa topat)
kepada asal (Lingsar). Hasilnya tersebut akan menjadi rabuk (bubus lowong)
untuk bibit padi yang akan ditanam. Yang utama menghadiri upacara tersebut
adalah anggota Subak Kecamatan Lingsar dan Narmada.
Perang
Topat merupakan ungkapan sukacita atau terima kasih kepada Sang Pencipta. Tiap
tahun sebelum Perang Topat, ada beberapa orang dari Subak ini yang naik ke
Gunung Rinjani dengan membawa benda-benda yang terbuat dari emas berbentuk
udang, gurami, nyale, dan kura-kura. Benda-benda ini nantinya akan dibuang ke
Danau Segara Anak dengan maksud untuk memohon kemakmuran. Kompleks Pura dan
Kemaliq Lingsar merupakan kompleks taman yang besar dengan bangunan pura di
dalamnya..
Pura
ini terdiri atas kompleks Pura Lingsar (Pura Gaduh) terletak di bagian atas
sebelah utara menghadap ke barat dan merupakan tempat ibadah umat Hindu.
Sedangkan kompleks Kemaliq dan kompleks Pesiraman terletak di bagian bawah di
sebelah selatan, juga menghadap ke barat tetapi letaknya sedikit ke utara
mengarah kiblat.
Bangunan
Pura Lingsar (Pura Gaduh) dan Kemaliq dihubungkan dengan dua buah Kori
Agung. Di halaman luar (Bencingah) Pura Lingsar dan Kemaliq terdapat tiga buah
bangunan Bale. Dua buah Bale Jajar di halaman barat pura dan sebuah Bale
Bundar. Kedua bangunan Bale Jajar ini merupakan tempat kegiatan kesenian
dan beristirahat bagi umat yang bersembahyang, berbentuk segi empat panjang,
bertiang enam (Sekenem). Atapnya berbentuk limasan dan terbuat dari seng,
lantai dari batu bata dengan ketinggian 0,66 m dari permukaan tanah, panjang
10,71 m dan lebar 5,25 m.
Bangunan
Bale Bundar terletak di halaman Jaba Pisan (halaman luar Kemaliq)
yang merupakan tempat kegiatan rapat dan beristirahat bagi umat yang
bersembahyang. Bentuknya segi empat panjang, dan bertiang enam (Sekenem). Atapnya
berbentuk limasan dan terbuat dari seng, lantainya dari batu bata dengan tinggi
lantai dari permukaan tanah 0,60 m, panjang 6 m, dan lebar 6 m.
Di
samping bangunan-bangunan tersebut diatas, di sebelah selatan Pura/Kemaliq
terdapat pancuran Siwak (sembilan buah pancuran), yaitu bangunan yang merupakan
tempat mandi kaum laki-laki dengan panjang 21,50 m dan lebar 3,50 m di sebelah
barat, dan tempat mandi kaum perempuan yang letaknya di sebelah barat
dengan panjang 18,50 m dan lebar 4,20 m. Kemudian pada pancuran yang berada
disebelah barat pemandian kaum wanita ada pancuran yang dinamakan Pancuran
Loji, pancurannya sebanyak 2 buah. Pada bagian paling selatan kompleks taman
terdapat Kolam Ageng berukuran keliling 6.230 m2. Sedangkan perigi kolam
terbuat dari pasangan batu kali yang direkat dengan portland semen (PC).
Di
sebelah utara halaman luar (bencingah) terdapat Kolam Kembar. Halaman tempat
Kolam Kembar ini dikelilingi oleh tembok yang bahannya dari batako. Pada sisi
sebelah selatan dan sisi sebelah utara terdapat candi bentar dari batu bata.
Candi Bentar yang ada di sebelah selatan merupakan pintu masuk ke halaman
Bencingah, sedangkan Candi Bentar yang ada di sebelah utara merupakan pintu masuk
ke halaman parkir (Jabaan).
Di
halaman parkir ini terdapat bangunan gedung yang dimanfaatkan sebagai tempat
pagelaran. Di sebelah utara, paling ujung utara halaman jabaan terdapat dua
buah gapura yang merupakan bangunan lama dengan bentuk seperti pilar
tinggi dari batu bata. (TB)