Pemacekan Agung, yang jatuh setiap Soma Kliwon wuku Kuningan, menjadi salah satu momen penting dalam rangkaian perayaan Hari Raya Galungan dan Kuningan bagi umat Hindu di Bali.
Pemacekan Agung adalah waktu untuk memusatkan pemujaan kepada Sang Hyang Widi dalam manifestasinya sebagai Sang Hyang Parameswara. Melalui persembahan upakara, umat memohon keselamatan dan keseimbangan alam semesta.
Dalam Lontar Sundarigama, disebutkan bahwa pada sore hari Pemacekan Agung, umat diwajibkan menghaturkan segehan agung di pintu keluar rumah, lengkap dengan penyamblehan ayam semalulung.
Persembahan ini ditujukan kepada Sang Bhuta Galungan dan seluruh pengiringnya, sebagai bentuk permohonan agar mereka kembali ke tempat asal.
Selain itu, Lontar Dharma Kahuripan menjelaskan bahwa Pemacekan Agung menjadi momen untuk ‘menancapkan’ dharma dalam diri.
Melalui tapa dan pemusatan batin kepada Sang Hyang Dharma, umat diingatkan untuk mempertahankan kemenangan dharma atas adharma dalam kehidupannya.
Dalam keputusan Seminar Kesatuan Tafsir Agama Hindu, Pemacekan Agung juga dijelaskan sebagai hari untuk melaksanakan pesegehan agung ring dengen dengan sambleh ayam semalulung.
Ini menjadi ritual penting untuk menandai berakhirnya aktivitas Galungan yang berlangsung selama 60 hari, dihitung 30 hari sebelum dan sesudah Galungan, dimulai dari Tumpek Wariga hingga Budha Kliwon Pahang.
Sejumlah pura di Bali akan melaksanakan odalan bertepatan dengan Pemacekan Agung, antara lain:
- Pura Dasar Gelgel, Klungkung
- Pura Pasek Tohjiwa Sawah/Selemadeg, Tabanan
- Pura Pemerajan Agung Benawah Kangin, Gianyar
- Pura Panti Pasek Gelgel, Pelapuhan-Busungbiu, Buleleng
- Pura Kahyangan Tulus, Desa Apuan
Momen suci ini menjadi pengingat bagi umat Hindu untuk terus menjaga keteguhan dharma dalam kehidupan sehari-hari. (TB)
Sumber foto: pixabay.com